Merunut Sejarah Pergolakan Turki dan Etnis Kurdi
- Permusuhan antara Turki dan kelompok etnis minoritas Kurdi memiliki akar sejarah yang panjang dan kompleks.
Dunia
JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk serangan teroris terhadap fasilitas Industri Dirgantara Turki (TAI) di Ankara sebagai tindakan "keji" yang menargetkan kedamaian dan pertahanan negara. Serangan yang diduga dimotori orang Kurdi ini, menurut Erdogan, bertujuan mengguncang simbol kemandirian dan kekuatan Turki.
Erdogan menegaskan bahwa setiap organisasi teroris yang menargetkan keamanan negara akan dihancurkan, dan perjuangan melawan terorisme akan terus dilaksanakan dengan ketegasan penuh.
"Serangan teroris terhadap TAI, salah satu organisasi lokomotif dalam industri pertahanan Turki, adalah serangan keji yang menyerang inisiatif kelangsungan hidup kami, kedamaian bangsa kami, dan pertahanan kami yang merupakan simbol cita-cita kami yaitu Turki yang Merdeka Sepenuhnya," tegas Erdogan di laman media sosial X pribadinya, dilansir Kamis, 24 Oktober 2024.
Pasukan keamanan Turki merespons cepat dengan menetralkan dua teroris sejak awal serangan. Meski demikian, insiden tersebut menewaskan lima orang dan melukai 22 lainnya.
Menteri Dalam Negeri Ali Yerlikaya meminta masyarakat untuk mengandalkan informasi resmi seputar perkembangan kejadian ini. Pasukan keamanan, petugas pemadam kebakaran, dan paramedis telah dikerahkan ke lokasi serangan, sementara personel perusahaan pertahanan diarahkan ke tempat perlindungan.
Jaksa Ankara telah memulai penyelidikan menyeluruh atas serangan teroris ini. Erdogan kembali menekankan bahwa Turki tidak akan mundur dalam menghadapi terorisme dan berjanji akan terus menjaga kedamaian serta keamanan negara dengan sepenuh hati.
- Tambal APBN, Misi Menyedot Dana Rp309 T dari Pengemplang Pajak Digeber
- Menilik Pola Kerja Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan
- Saham UNVR Dihajar Pasar Usai Kinerja Kuartal III-2024 Melempem
Operasi Udara di Irak Utara dan Suriah
Sebagai tanggapan atas serangan tersebut, Turki meluncurkan operasi udara yang menghancurkan 32 target teroris di Irak utara dan Suriah. Operasi ini bertujuan untuk menetralkan kelompok teroris Partai Pekerja Kurdistan (PKK/KCK) dan elemen teroris lainnya, mencegah serangan lebih lanjut terhadap pasukan keamanan, dan menjaga keamanan perbatasan Turki.
Keberhasilan operasi ini ditandai dengan sejumlah besar target teroris yang berhasil dihancurkan. Turki menegaskan komitmennya untuk melawan terorisme hingga semua ancaman teroris dihapuskan. Selain itu, selama operasi, langkah-langkah khusus diambil untuk melindungi warga sipil, serta aset budaya, sejarah, dan lingkungan.
“Angkatan Bersenjata Turki, yang tumbuh dari bangsa kita yang mulia, akan melanjutkan perjuangan melawan terorisme dengan tekad dan keteguhan untuk kelangsungan hidup dan keamanan negara dan bangsa kita sampai tidak ada satu pun teroris yang tersisa, seperti di masa lalu,” ujar Kementerian Pertahanan Nasional Turki dalam siaran resminya.
- Tambal APBN, Misi Menyedot Dana Rp309 T dari Pengemplang Pajak Digeber
- Menilik Pola Kerja Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan
- Saham UNVR Dihajar Pasar Usai Kinerja Kuartal III-2024 Melempem
Kenapa Turki Bermusuhan Dengan Kurdi?
Permusuhan antara Turki dan kelompok etnis minoritas Kurdi memiliki akar sejarah yang panjang dan kompleks. Saat ini suku Kurdi tersebar di berbagai negara, konflik tersebut melibatkan faktor etnis, politik, dan nasionalisme. Berikut beberapa alasan utama yang menjadi latar belakang konflik tak berkesudahan ini,
Tuntutan Kemerdekaan Kurdi
Salah satu alasan utama konflik antara Turki dan kelompok Kurdi adalah keinginan sebagian besar orang Kurdi untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar atau bahkan kemerdekaan penuh dari negara tempat mereka tinggal.
Orang Kurdi adalah kelompok etnis terbesar tanpa negara, dan mereka tersebar di Turki, Suriah, Irak, dan Iran. Sejak era Kekaisaran Ottoman, dan terutama setelah pembentukan Republik Turki pada 1923 oleh Mustafa Kemal Atatürk, harapan Kurdi untuk memiliki wilayah otonom atau negara sendiri diabaikan, terutama setelah Perjanjian Lausanne tidak mengakui mereka sebagai entitas tersendiri.
Kebijakan Asimilasi oleh Pemerintah Turki
Pemerintah Turki sejak awal berdirinya mempromosikan kebijakan nasionalisme Turki yang ketat, yang menyebabkan represi terhadap budaya, bahasa, dan identitas etnis Kurdi.
Orang Kurdi di Turki, yang jumlahnya mencapai sekitar 15-20% dari populasi, sering kali tidak diizinkan untuk berbicara bahasa Kurdi atau mempromosikan kebudayaan mereka di bawah berbagai kebijakan asimilasi.
Kebijakan ini memicu resistensi dan perlawanan di kalangan komunitas Kurdi, yang merasa terpinggirkan dalam negara yang mengedepankan identitas Turki.
Pemberontakan PKK (Partai Pekerja Kurdistan)
Pada tahun 1978, Abdullah Ocalan mendirikan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), sebuah kelompok militan yang memperjuangkan hak-hak etnis Kurdi, termasuk otonomi atau kemerdekaan dari Turki. Pada tahun 1984, PKK memulai serangan bersenjata terhadap pemerintah Turki, yang ditanggapi dengan tindakan keras oleh militer Turki.
Konflik ini telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade dan telah menewaskan puluhan ribu orang. PKK dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan internasional mengenai status kelompok ini.
Dinamika Regional dan Internasional
Konflik antara Turki dan Kurdi juga diperumit oleh dinamika regional, terutama di Suriah dan Irak. Orang Kurdi di kedua negara tersebut telah berhasil mendirikan wilayah otonom atau semi-otonom, seperti Wilayah Otonom Kurdistan di Irak dan wilayah yang dikontrol oleh Kurdi di Suriah utara (Rojava).
Turki khawatir bahwa keberhasilan Kurdi di Suriah dan Irak akan menginspirasi gerakan separatis di Turki. Oleh karena itu, Turki sering melakukan operasi militer lintas batas untuk menyerang markas PKK di Irak dan kelompok Kurdi di Suriah, yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional mereka.
Peran PKK dalam Politik Kurdi
PKK, yang memimpin perlawanan bersenjata terhadap Turki, telah menjadi pemain utama dalam konflik ini. PKK tidak hanya berperang untuk hak-hak etnis Kurdi di Turki, tetapi juga telah berkembang menjadi kekuatan politik dan militer yang signifikan di kawasan itu, terutama di Irak dan Suriah.
Meskipun ada upaya-upaya perdamaian dan gencatan senjata, terutama pada awal 2000-an, pertempuran antara PKK dan militer Turki terus berlanjut hingga saat ini.
Kepentingan Politik Internal Turki
Permusuhan terhadap Kurdi juga berakar pada politik internal Turki, di mana beberapa partai politik menggunakan retorika anti-Kurdi untuk mendapatkan dukungan dari mayoritas penduduk Turki.
Pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdoğan, misalnya, telah mengambil sikap keras terhadap kelompok Kurdi, terutama setelah upaya perdamaian dengan PKK gagal pada 2015. Pemerintah Turki juga menindak partai politik pro-Kurdi seperti HDP (Partai Rakyat Demokratik), dengan menuduhnya memiliki hubungan dengan PKK.