Meski Ada Vaksin, Sulit Buat RI Tumbuh 5,5 Persen Tahun Depan
JAKARTA – Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengaku sanksi dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipatok pemerintah sebesar 4,5% sampai 5,5% pada 2021. Sekalipun vaksinasi sudah bisa dilakukan di awal 2021 seperti yang digadang-gadang, namun pemulihan ekonomi tidak bisa serta-merta lompat jauh dari zona negatif ke positif dalam waktu singkat. […]
Industri
JAKARTA – Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengaku sanksi dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipatok pemerintah sebesar 4,5% sampai 5,5% pada 2021.
Sekalipun vaksinasi sudah bisa dilakukan di awal 2021 seperti yang digadang-gadang, namun pemulihan ekonomi tidak bisa serta-merta lompat jauh dari zona negatif ke positif dalam waktu singkat.
“Vaksin kan harus merata ke semua daerah, jadi paling tidak butuh 3-6 bulan untuk melihat dampaknya ke perekonomian nasional,” kata Tauhid melalui sambungan telepon pada TrenAsia.com, Jumat, 2 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Selain itu, kapasitas produksi perusahaan juga pasti akan naik bertahap sesuai dengan permintaan pasar.
Jika target pertumbuhannya sebesar 5,5%, setidaknya Indonesia harus sudah berada di level 4,5% pada kuartal I-2021. Persoalannya, pertumbuhan setinggi itu dianggap tidak logis dengan ancaman resesi yang saat ini terjadi.
Apabila kontraksi kuartal III-2020 sesuai dengan prediksi pemerintah yaitu minus 2%, maka untuk bisa tumbuh 4,5% pada kuartal I-2020 Indonesia harus ‘ngegas’ kurang lebih 6,5% dalam kurun waktu enam bulan saja.
“Logikanya ya antara 3 sampai 3,5 persen lah 2021, karena transmisi sektor keuangan, riil maupun konsumsi butuh waktu, tidak mungkin sesingkat itu,” tambah Tauhid.
Proyeksi Pemerintah
Sebagai mana diketahui, dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi berkisar 4,5% sampai 5,5%. Asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan pemerintah selain pertumbuhan ekonomi adalah inflasi terjaga di level 3% untuk menjaga daya beli masyarakat.
Kurs rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp14.600 per dolar Amerika Serikat. Kemudian, suku bunga SBN 10 tahun yang diperkirakan sekitar 7,29%, harga minyak mentah Indonesia US$45 per barel.
Akan tetapi, Bank Dunia hanya memperkirakan ekonomi akan pulih dengan prediksi pada 2021 di kisaran 3% sampai 4,4%, sementara pada 2022 berkisar 5,1%.
Angka perkiraan tersebut mempertimbangkan adanya dampak baseline yang rendah, serta adanya penurunan potensi pertumbuhan -0,6 poin persentase dibandingkan kondisi sebelum pandemi, konsekuensi dari investasi dan produktivitas yang lebih rendah.
Di samping indikator ekonomi, Bank Dunia juga menunjukkan asesmen indikator kesejahteraan, khususnya angka kemiskinan ekstrim yang diproyeksi kembali meningkat untuk pertama kalinya sejak 2006.
Kemiskinan ekstrim meningkat dari 2,7% pada 2019 menjadi 3,0% pada 2020 (berdasarkan garis kemiskinan US$1,9 perkapita perhari – 2011 PPP).