<p>Petugas kebersihan mengepel lantai di area Senayan City Mall, Jakarta, Selasa 9 Juni 2020. Senayan City siap menyambut pengunjung kembali pada Senin, 15 Juni 2020 dengan menerapkan berbagai protokol pencegahan COVID-19 seperti penggunaan wajib masker, pengecekan suhu tubuh, penggunaan hand sanitizer, UV-C sterilizer untuk kantong belanja hingga tombol lift yang dapat beroperasi tanpa disentuh untuk kenyamanan pengunjung selama masa transisi dan seterusnya. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Meski Dibuka, APPBI Prediksi Mal Bakal Sepi Hingga Setahun

  • JAKARTA – Meski pemerintah mulai memperbolehkan pembukaan mal, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memprediksi aktivitas bakal sepi hingga setahun ke depan. Ketua Umum PPBI Stefanus Ridwan mengatakan setelah mal ditutup akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB), masyarakat kini akan membutuhkan waktu untuk kembali berbelanja di pusat perbelanjaan. “Mungkin kondisi seperti ini akan berjalan setahun, […]

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Meski pemerintah mulai memperbolehkan pembukaan mal, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memprediksi aktivitas bakal sepi hingga setahun ke depan.

Ketua Umum PPBI Stefanus Ridwan mengatakan setelah mal ditutup akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB), masyarakat kini akan membutuhkan waktu untuk kembali berbelanja di pusat perbelanjaan.

“Mungkin kondisi seperti ini akan berjalan setahun, lalu merangkak naik pelan-pelan,” kata dia dalam diskusi daring MarkPlus Industry Roundtrable Retail Industry Perspective di Jakarta, Selasa, 9 Juni 2020.

Menurut dia, meski PSBB mulai memasuki masa transisi dan masyarakat sudah beraktivitas kembali, tidak akan serta merta membuat masyarakat memenuhi pusat-pusat perbelanjaan.

“Rasa was-was masih terasa. Kalaupun ke mal, mereka diprediksi hanya seperlunya lalu secepatnya kembali ke rumah,” kata dia.

Selain itu, faktor keuangan masyarakat yang belum pulih akibat terdampak COVID-19 menurut dia juga turut mempengaruhi konsumen dalam mengurangi aktivitasnya di pusat-pusat perbelanjaan.

Saat ini, kata dia, kebutuhan sekunder seperti pakaian tidak lagi menjadi barang yang dicari konsumen. Barang-barang kesehatan seperti suplemen dan vitamin penjaga daya tahan tubuh yang cenderung diincar konsumen.

“Masyarakat datang ke mal atau pusat perbelanjaan bukan jalan-jalan, tapi membeli kebutuhan primer. Kebutuhan sekunder tidak dicari lagi,” tuturnya.

Ketua Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Kany Soemantoro mengatakan, sebanyak 60% anggotanya berkecimpung di bisnis suplemen merasakan peningkatan penjualan di awal masa pandemi COVID-19.

“Namun sayang sekali, Mei stagnan meski demand-nya tinggi. Pasokan tersendat sehingga sulit memenuhi permintaan pelanggan,” ujarnya pada kesempatan yang sama.

Perubahan kebiasaan konsumen juga dirasakan oleh pendukung pusat perbelanjaan seperti restoran. Boga Group yang mayoritas restorannya di mal mengaku sebelum COVID-19 mewabah, sekitar 95% pelanggan makan di restoran.

“Namun sejak Maret, pengunjung mal turun drastis sampai akhirnya ditutup. Sekarang sekitar 98% bisnis kami delivery. Sekitar 2%-nya dine in karena ada di kota-kota yang tidak menerapkan PSBB ketat seperti Samarinda dan Yogyakarta,” ujar Direktur Boga Group Kusnadi Rahardja.

Dengan situasi saat ini, dia harus membuka 22 restoran khusus di luar mal untuk melayani pesan antar seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang, hingga Medan.

“Awalnya mereka menawarkan makanan ready to eat, kini frozen food menjadi salah satu produk utama,” urainya.

Kebiasaan konsumen mulai bergeser akibat COVID-19. Namun, bisnis restoran tidak akan seperti sebelum COVID-19 meskipun konsumen rindu makan di restoran secara langsung.

“Saya prediksi 60% bisnis kami masih akan ada dine in pasca-COVID-19. Namun porsi delivery akan menjadi 40% karena sudah terbiasa ketika PSBB,” tegasnya. (SKO)