
Meski Goto Bantah Isu Merger, Pengamat Yakin Penggabungan dengan Grab akan Terjadi
- Berbeda dengan Gojek yang masih merugi, Grab telah menunjukkan perbaikan kinerja. Untuk periode Juli–September 2024, Grab berhasil mencetak laba positif, didukung oleh pertumbuhan ekosistem bisnisnya di berbagai negara ASEAN.
Korporasi
JAKARTA - Isu merger antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dengan Grab Holdings Ltd (GRAB) semakin ramai dibahas di media.
Meskipun belum ada pengumuman resmi dari kedua perusahaan, pengamat pasar modal Teguh Hidayat meyakini bahwa merger tersebut akan terjadi dalam waktu dekat. Jika benar terlaksana, bagaimana dampaknya terhadap GOTO dan apakah ini akan mendorong kenaikan harga sahamnya?
Menurut Teguh Hidayat, kenaikan harga saham GOTO dari Rp60 per saham pada akhir 2024 menjadi Rp83 per saham saat ini didorong oleh spekulasi merger dengan Grab. Namun, meskipun manajemen GOTO sudah membantah kabar tersebut, Teguh tetap percaya bahwa merger ini tidak terhindarkan.
- Partai Buruh Minta Presiden Pecat Bahlil
- Tumbuh Signifikan! EXCL Raih Kenaikan Pendapatan, Pelanggan, dan ARPU di 2024
- Kisah Kepahlawanan Anjing Alaska (Bagian III): Legenda Kaasen dan Balto
“Gojek saat ini berada dalam kondisi yang sulit. Setelah menjual Tokopedia ke TikTok, GOTO kini hanya mengandalkan Gojek, yang masih terus mengalami kerugian besar,” ujar Teguh melalui hasil risetnya yang dikutip Kamis, 6 Februari 2025.
Berdasarkan laporan keuangan per September 2024, GOTO mencatat rugi sebesar Rp4,3 triliun meskipun sudah melepaskan Tokopedia pada akhir 2023.
Gojek, seperti halnya Tokopedia sebelum diakuisisi TikTok, terus mengalami pembakaran uang tanpa kepastian profitabilitas. Jika terus dipertahankan, kerugian yang menumpuk berisiko membawa GOTO ke jurang kebangkrutan.
Namun, menutup Gojek juga bukan pilihan karena dampaknya yang luas terhadap ekonomi nasional, termasuk jutaan mitra pengemudi dan pelaku usaha mikro yang mengandalkan layanan ini.
“Menutup Gojek bukan solusi karena dampaknya sangat besar. Satu-satunya opsi adalah menjualnya ke pihak lain, dan siapa lagi yang bisa mengambil alih kalau bukan Grab?” tambah Teguh.
Grab dalam Posisi Lebih Kuat, Gojek Kian Tertinggal
Berbeda dengan Gojek yang masih merugi, Grab telah menunjukkan perbaikan kinerja. Untuk periode Juli–September 2024, Grab berhasil mencetak laba positif, didukung oleh pertumbuhan ekosistem bisnisnya di berbagai negara ASEAN.
“Grab telah sukses memperluas pasar di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam, sementara ekspansi Gojek ke negara-negara tersebut justru gagal. Bahkan di Indonesia, Gojek tidak sepenuhnya mendominasi karena selalu bersaing ketat dengan Grab,” kata Teguh.
Selain itu, dalam segmen layanan pesan-antar makanan, GrabFood kini menjadi pemimpin pasar, mengungguli GoFood. Dengan kondisi ini, Teguh menilai bahwa Grab memiliki posisi lebih kuat dibanding Gojek dalam persaingan di industri ride-hailing dan layanan on-demand di Asia Tenggara.
Prediksi Skema Merger dan Dampaknya bagi GOTO
Jika merger antara Gojek dan Grab benar terjadi, Teguh memprediksi bahwa skema yang digunakan akan mirip dengan akuisisi Tokopedia oleh TikTok.
“Kemungkinan besar, Grab tidak akan membeli saham GOTO, tetapi Gojek akan menerbitkan saham baru yang kemudian ditebus oleh Grab. Ini akan menyebabkan kepemilikan GOTO atas Gojek terdilusi, sementara Grab menjadi pemegang saham pengendali yang baru,” jelas Teguh.
Dengan skema ini, GOTO tidak akan menerima dana segar dari transaksi merger. Akibatnya, setelah merger selesai, GOTO akan menjadi perusahaan kosong tanpa kegiatan operasional yang signifikan.
“Setelah merger, GOTO bisa saja berubah seperti Bukalapak yang kini hanya berjualan pulsa dan layanan digital lainnya agar tidak terlihat sepenuhnya tutup,” tambahnya.
- LK21 Bahaya, Berikut 5 Situs Streaming Film yang Aman
- LK21- Sarangfilm21 Ilegal, Berikut 8 Situs Streaming Film yang Aman
- Prospek Saham INCO, ANTM, dan NCKL di Tengah Bayang-bayang Oversupply Nikel Global
Dampak bagi Saham GOTO: Kenaikan Sementara, Risiko Jangka Panjang
Meskipun prospek merger ini menarik perhatian investor, Teguh memperingatkan bahwa dampaknya terhadap saham GOTO bisa berbeda dari yang diharapkan.
“Sebelum merger resmi diumumkan, harga saham GOTO mungkin masih akan naik, bahkan bisa tembus Rp100 per saham. Namun, begitu merger selesai dan GOTO menjadi perusahaan tanpa bisnis inti, harga sahamnya berisiko turun drastis,” kata Teguh.
Ia menyarankan investor untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga saham GOTO sebagai kesempatan untuk keluar sebelum merger benar-benar terjadi.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi, merger antara GOTO dan Grab dinilai sebagai skenario yang paling mungkin terjadi mengingat kondisi keuangan Gojek yang terus merugi. Namun, skema merger yang berpotensi tidak menguntungkan GOTO membuat prospek sahamnya dalam jangka panjang kurang menarik.
Investor disarankan untuk mencermati perkembangan lebih lanjut dan mempertimbangkan strategi yang tepat dalam menyikapi potensi merger ini.