Meski Kinerja Ambruk, Ifishdeco (IFSH) Pede Bidik Penjualan Nikel 2 Juta Ton
PT Ifishdeco Tbk (IFSH) menargetkan pendapatan sebesar Rp1,01 triliun dari penjualan 2 juta ton nikel.
Industri
JAKARTA – Emiten pertambangan mineral PT Ifishdeco Tbk (IFSH) memasang target penjualan nikel sebesar dua juta ton pada 2021. Angka tersebut jauh lebih tinggi 155,8% dibandingkan dengan perolehan 2020 yang sebesar 781.767 ton.
Direktur Ifishdeco Muhammad Ishaq pun memprediksi pendapatan yang bakal diraup dari penjualan tersebut mencapai Rp1,01 triliun.
“Penjualan tiga bulan terakhir ini sudah mencapai 100.000 ton. Kami siap untuk mengejar target penjualan sebesar dua juta ton,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Jumat, 26 Maret 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Selain itu, Ishaq juga optimistis smelter domestik dapat menyerap penjualan bijih nikel secara optimal pada tahun ini. Untuk mengejar target tersebut, pihaknya mengaku telah merevitalisasi sejumlah infrastruktur. Salah satunya fasilitas jetty atau dermaga pada Januari 2021.
Jika sebelumnya dermaga perseroan hanya dapat menampung kapal tongkang kecil, kata dia, dengan revitalisasi tersebut kapasitasnya bisa bertambah lebih besar.
“Jadi, jumlah pengirimannya juga berpotensi lebih besar,” tambahnya. Selain itu, IFSH juga berencana untuk mengakuisisi lahan tambang baru untuk memperbesar cadangan nikel perseroan.
Namun, Ishaq tidak menjelaskan secara detail rencana ekspansi tersebut. Sejauh ini, ungkapnya, belum ada negosiasi yang final terkait akuisisi tersebut.
“Kami masih mencari sehingga belum bisa menjelaskan hal itu. Ke depan, jika ada aksi korporasi pasti akan kami publikasikan,” tuturnya.
Sebagai informasi, jumlah pendapatan IFSH sepanjang 2020 (unaudited) hanya sebesar Rp395,01 miliar. Nilai ini merosot 63,5% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan 2019 yang mencapai Rp1,085 triliun.
Menurut Ishaq, penurunan kinerja ini disebabkan oleh katalis negatif, terutama pandemi COVID-19. Selain itu, penghentian ekspor bijih nikel yang ditetapkan oleh pemerintah juga ikut mempengaruhi kinerja perseroan.
Adapun laba bersih setelah pajak juga menyusut 95,4% yoy dari Rp97,3 miliar pada 2019 menjadi Rp4,4 miliar pada 2020. Begitu pula dengan total aset yang turun 5,05% yoy menjadi Rp1,13 triliun, dari sebelumnya Rp1,19 triliun.