Gedung kantor Bank BTPN di kawasan Mega Kuningan, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Korporasi

Meski Kredit Terkontraksi, Laba Bersih BTPN MElesat 32 Persen Menjadi Rp2,05 Triliun

  • JAKARTA - Emiten perbankan PT Bank BTPN Tbk (BTPN) mencatatkan laba bersih Rp2,05 triliun atau melesat 32% year on year (yoy) pada kuartal III-2021. Raihan laba

Korporasi

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA - Emiten perbankan PT Bank BTPN Tbk (BTPN) mencatatkan laba bersih Rp2,05 triliun atau melesat 32% year on year (yoy) pada kuartal III-2021. Raihan laba ini diperoleh berkat efisiensi penurunan beban bunga emiten bersandi BTPN tersebut pada sembilan bulan pertama tahun ini.

Beban bunga bank BTPN susut signifikan 39% yoy dari Rp4,54 triliun pada kuartal III-2020 menjadi Rp2,76 triliun. Hal ini mendorong pendapatan bunga bersih Net interest income/NII) BTPN sebesar 5% yoy menjadi Rp8,31 triliun pada kuartal III-2021.

Direktur Utama (Dirut) BTPN Ongki Wanadjati mengatakan pemulihan ekonomi yang terasa pada tahun ini membuat industri perbankan menggeliat. Dirinya melihat perbaikan profitabilitas ini merupakan hasil dari strategi efisiensi yang diterapkan perseroan. 

“Didukung oleh kondisi ekonomi yang membaik dan optimisme masyarakat yang meningkat terhadap pemulihan ekonomi, serta strategi Bank BTPN yang mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam beradaptasi di era new normal,” jelas Ongki dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Jumat, 29 Oktober 2021.

Profitabilitas BTPN semakin di atas angin lantaran adanya penurunan biaya kredit (Cost of Credit/Coc) sebesar 19% yoy. Berdasarkan penghitungan penyesuaian Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, biaya kredit BTPN menurun dari Rp1,59 triliun pada kuartal III-2020 menjadi Rp1,95 triliun pada kuartal III-2021.

Selain pendapatan bunga bersih, Bank BTPN juga mencatat kenaikan pendapatan operasional lainnya sebesar 11% yoy dari Rp1,31 triliun pada kuartal III-2020 menjadi Rp1,45 triliun pada kuartal III-2021.  Ongki bilang produk investasi menjadi variabel utama yang mendongkrak pendapatan operasional tersebbut.

“Berasal dari peningkatan pendapatan fee, salah satunya dari penjualan produk investasi. Bank BTPN berhasil menjaga biaya operasional relatif tetap sama dengan tahun lalu, yaitu sekitar Rp5,1 triliun,” ujar Ongki.

Kredit Turun

Meningkatnya profitabilitas ini rupanya tidak diikuti oleh penguatan pada intermediasi BTPN. Hal ini tercermin dari penyaluran kredit yang mengalami kontraksi 7% yoy menjadi Rp137,66 triliun pada akhir kuartal-III 2021. Ongki berkilah ini merupakan  dampak dari permintaan kredit yang masih belum kembali ke tingkat permintaan sebelum pandemi.

Ongki menyebut kualitas kredit perseroan masih terkendali. Hal ini tampak dari rasio non performing loan (NPL) gross yang berada di level 1,56% pada akhir September 2021, lebih rendah dibanding rata-rata industri yang tercatat sebesar 3,22% pada akhir periode yang sama.

Di samping itu, BTPN mencatatkan pertumbuhan tipis Dana Pihak Ketiga (DPK) 2% yoy menjadi Rp103,23 triliun dari sebelumnya Rp100,80 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Bank BTPN mencatat peningkatan saldo CASA sebesar 37% menjadi Rp35,57 triliun pada akhir September 2021.

Dengan demikian,  Rasio CASA terhadap total dana pihak ketiga juga meningkat menjadi 34% dari 26%. Peningkatan saldo dan rasio CASA  serta turunnya biaya dana term deposit rupiah, juga mengakibatkan penurunan biaya dana rupiah Bank BTPN menjadi 3,5% pada akhir kuartal III-2021 dari posisi awal 3,5% pada kuartal III-2021

Meski begitu, tekanan pada kredit yang melebihi pertumbuhan DPK membuat total aset BTPN susut 2% yoy menjadi Rp183,02 triliun, dari sebelumnya Rp186,90 triliun. Kendati demikian, Ongki bilang sebetulnya ada tren peningkatan bila meninjau kemampuan penyaluran kredit secara kuartalan.

“Terlepas dari penurunan kredit secara tahun-ke-tahun, penyaluran kredit sampai dengan akhir Triwulan III-2021 menunjukkan peningkatan dibandingkan angka pada akhir triwulan sebelumnya. Jumlah kredit yang diberikan naik sebesar 1,5% kuartal-ke-kuartal, dan ini merupakan tanda yang baik, yaitu terjadi peningkatan aktivitas masyarakat,” kata Ongki.

Rasio likuiditas dan pendanaan berada di tingkat yang sehat, dengan liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 224,7% dan net stable funding ratio (NSFR) 114,7% pada akhir kuartal III-2021.  Kondisi ini juga disokong oleh rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 25,6% atau jauh di atas batas yang diterapkan regulator.