<p>Penaikkan cukai rokok dapat mempengaruhi gerak saham emiten rokok. Dua dari lima emiten rokok yang melantai di bursa efek telah masuk dalam Indeks LQ45 yakni PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Sedangkan, tiga emiten lain yang tidak masuk LQ45 adalah PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), PT Bentoel International Tbk (RMBA), dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC). / Rokokindonesia.com</p>
Korporasi

Meski Laba Turun, Pendapatan Produsen Rokok Gudang Garam Naik Jadi Rp114,4 Triliun

  • Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tetap membukukan kenaikan pendapatan di tengah ketetapan cukai tembakau yang tinggi.

Korporasi

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) membukukan penurunan laba sepanjang 2020. Tercatat, laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp7,59 triliun. Angka ini turun 29,7% year-on-year (yoy) dibandingkan periode 2019 sebesar Rp10,8 triliun.

Penurunan laba ini terjadi saat implementasi kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) 2020 ditetapkan cukup tinggi yakni sebesar 21,55%.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, secara rata-rata tarif CHT Sigaret Keretek Mesin (SKM) naik 23,29%.

Kemudian, Sigaret Putih Mesin (SPM) juga naik 29,95%, serta besaran cukai Sigaret Keretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan sebesar 12,84%.

Kendati laba yang diraup lebih rendah dibandingkan perolehan sebelumnya, kinerja GGRM masih terbantu dari pendapatan yang naik 3,56% yoy. Sepanjang tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan Rp114,47 triliun, lebih besar ketimbang Rp110,53 triliun pada periode 2019.

Pendapatan ini mayoritas ditopang oleh penjualan domestik yang mencapai Rp112,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan 2019 sebesar Rp108,7 triliun. Di samping itu, ekspor GGRM juga naik dari 1,78 triliun menjadi Rp1,9 triliun.

Apabila dirinci secara detail, pada periode ini penjualan produk SKM tercatat paling besar, yakni Rp104,6 triliun. Kemudian diikuti oleh SKT sebesar Rp8,5 triliun, kertas karton Rp1,12 triliun, dan lainnya 94,7 miliar.

Sayangnya, perseroan tak berhasil menekan beban pokok penjualan. Angkanya justru membengkak 10,64% yoy lebih besar dari Rp87,74 triliun pada 2019, menjadi Rp97,08 triliun pada 2020.

Adapun total liabilitas tahun lalu tercatat Rp19,66 triliun, turun 29,05% yoy ketimbang 2019 yang sebesar Rp27,71 triliun. Sebaliknya, ekuitas perseroan naik 14,9% yoy dari Rp50,98 triliun pada 2019 menjadi Rp58,52 triliun pada 2020.

Dengan kinerja tersebut, total aset perseroan masih terbilang stabil meskipun turun tipis 0,57% yoy menjadi Rp78,19 triliun. Pada 2019, total aset yang dibukukan sebesar Rp78,64 triliun. (LRD)