typhoon inggris.jpg
Dunia

Meski Rumit, Turkiye Berusaha Beli 40 Jet Tempur Typhoon Bekas

  • Namun  sifat kolaboratif dari program Eurofighter dapat menghalangi kesepakatan  itu.

Dunia

Amirudin Zuhri

ANKARA- Turkiye telah muncul sebagai calon pelanggan terbaru untuk Eurofighter Typhoon. Sebuah langkah yang mengejutkan ketika negara NATO tersebut berupaya mengatasi penundaan dalam memperoleh sejumlah pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. 

Ankara dikatakan mengincar pembelian sebanyak 40 unit Typhoon.  Namun  sifat kolaboratif dari program Eurofighter dapat menghalangi kesepakatan  itu. Jerman khususnya, diperkirakan akan menolak penjualan ke Turkiye.

Menteri Pertahanan Turki Yasar Gular, pada Kamis 16 November 2023 mengumumkan,  negaranya sedang melakukan pembicaraan dengan Spanyol dan Inggris untuk membeli Typhoon. Reuters melaporkan Jerman dikatakan sudah keberatan dengan gagasan tersebut. Sementara status Italia, negara mitra Eurofighter keempat tidak dijelaskan.

“Inggris dan Spanyol sedang melakukan upaya untuk meyakinkan Jerman,” kata Gular. Jika memungkinkan, Turkiye berencana untuk membeli 40 jet Eurofighter Typhoon. Beberapa laporan menunjukkan bahwa 40 pesawat tersebut mungkin dibeli dalam dua batch yang masing-masing terdiri dari 20 unit. Jika kesepakatan tersebut dilanjutkan.

Eurofighter saat ini terus memproduksi Typhoon versi baru. Namun setidaknya beberapa dari empat negara mitra, serta Austria , telah berupaya  untuk melepas jet versi Tranche 1.  Versi ini memiliki kemampuan udara-ke-darat yang sangat terbatas. Namun kemungkinan akan tersedia jauh lebih cepat. Kesepakatan itu kemungkinan besar juga akan disambut baik oleh Spanyol dan Inggris. Keduanya juga sedang dalam jalur menghapus pesawat-pesawat tua dan memberikan dana tambahan untuk modernisasi.

Namun sekali lagi, transfer tersebut memerlukan persetujuan Jerman. Turkiye juga dapat menuntut tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Termasuk  radar yang lebih mumpuni , rudal udara-ke-udara di luar jangkauan visual MBDA Meteor , dan amunisi udara-ke-darat yang canggih .

Mengutip pejabat Turki yang mengetahui masalah ini, saluran berita TV Al Arabiya melaporkan, Presiden Turki Tayyip Erdogan kemungkinan akan meminta Kanselir Olaf Scholz untuk mencabut larangan penjualan Typhoon selama kunjungannya ke Jerman.

Namun laporan menunjukkan bahwa Scholz kemungkinan besar tidak akan terpengaruh. Meskipun Jerman sudah memiliki kebijakan ekspor senjata yang sangat ketat , iklim politik saat ini memberi Berlin alasan tambahan untuk tidak mentransfer senjata ke Turki.

Jerman selalu menggunakan alasan kekhawatiran atas pelanggaran hak asasi manusia. Alasan lain yang digunakan Jerman adalah  pembelian sistem pertahanan udara S-400  oleh Ankara dan operasi militernya melawan pasukan Kurdi di Suriah. Sikap Turkiye yang mengutuk keras terhadap Israel juga bisa menjadi alasan tersendiri bagi Jerman.

Faktor lain yang mungkin menghambat persetujuan Jerman untuk penjualan Typhoon adalah penolakan Turkiye yang terus-menerus terhadap ratifikasi keanggotaan Swedia di NATO. 

Berbicara kepada wartawan juru bicara pemerintah Jerman Steffen Hebestreit mengatakan tentang perjalanan Erdogan ke Jerman. Menurutnya ini  adalah kunjungan mitra sulit.  Hebestreit menegaskan kembali posisi pemerintah Jerman bahwa Israel mempunyai hak untuk mempertahankan diri setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.

Mengapa Typhoon?

Pertanyaannya dengan semua faktor rumit ini, mengapa  Turkiye mencoba membeli Typhoon? Salah satu jawabannya adalah kebutuhan mendesak akan pesawat tempur tambahan. Terlebih setelah  Ankara menghadapi penundaan dalam rencananya untuk membeli lebih banyak F-16.

Angkatan Udara Turki sudah menjadi operator F-16 terbesar ketiga di dunia. Angkatan Udara negara tersebut menerbangkan total 270 pesawat dalam konfigurasi Block 30, Block 50, dan Block 50+.

Turki telah meminta kesepakatan senilai US$20 miliar untuk pembelian 40 unit F-16 baru. Serta sekitar 80 kit  modernisasi untuk jet yang sudah ada. Permintaan sudah disampaikan sejak Oktober 2021, namun keputusan Amerika lama tertunda oleh Kongres.

Menghadapi memburuknya hubungan dengan Amerika Serikat, Turkiye dilaporkan sudah mulai menimbun suku cadang untuk armada F-16 yang ada pada tahun 2019. 

Pada saat yang sama, Turkiye sedang mempertimbangkan Yunani. Saingan  regional utamanya dan juga anggota NATO. Negara ini  akan memperkenalkan pesawat tempur Dassault Rafale  ke angkatan udaranya. Secara tradisional, jika Yunani membeli pesawat tempur baru, Turkiye akan merespons dengan membeli pesawat tempurnya sendiri untuk mengimbanginya. Demikian juga dengan Yunani. Juga akan melakukan hal yang sama.

Ada alasan lain mengapa Turki mencari jet tempur baru saat ini. Negara ini  dikeluarkan dari program F-35 Joint Strike Fighter setelah menolak membatalkan rencana membeli S-400 dari Rusia. Ankara berencana membeli setidaknya 100 F-35. Ini akan menggantikan antara lain, F-4 Phantom II. 

Turki sedang mengerjakan pesawat tempurnya sendiri yang dirancang  Turkish Aerospace Industries TF-X . Sebuah  pesawat siluman yang juga dikenal sebagai Kaan. Namun masih ada pertanyaan mengenai masa depan  proyek tersebut. Terutama  dalam hal pengadaan mesin. Dan kalaupun semua berjalan lancar proyek ini baru akan mulai beroperasi paling cepat pada tahun 2030. 

Pada titik ini, peluang Jerman menyetujui penjualan Typhoon ke Turki nampaknya agak terbatas. Masih ada kemungkinan  ketertarikan Ankara pada jet Eropa terutama dimotivasi  untuk memberikan tekanan lebih lanjut pada Washington agar setuju menjual F-16. 

Bagaimanapun juga, komite urusan luar negeri parlemen Turki mulai memperdebatkan aksesi Swedia ke NATO. Laporan menunjukkan  ratifikasi bisa dilakukan paling cepat minggu depan. Langkah  yang pada akhirnya akan membuka jalan bagi persetujuan AS untuk mentransfer F-16 ke Turkiye.

Apa pun yang terjadi, jelas  Turkiye membutuhkan pesawat tempur baru untuk meningkatkan kekuatan angkatan udaranya. Dan Ankara menginginkannya secepatnya.