Bagaimana PHK Berdampak pada Kesehatan Mental Seseorang?
Nasional

Mimpi Buruk Tren PHK, Korban Tetap Dapat Jaminan Kesehatan

  • Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan tersebut juga mengatur tentang para korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang ternyata bisa tetap mendapatkan jaminan kesehatan.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan tersebut juga mengatur tentang para korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang ternyata bisa tetap mendapatkan jaminan kesehatan.

Dalam pasal 27 ayat 1 disebutkan, peserta pekerja penerima upah (PPU) yang mengalami PHK tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan sejak di PHK, tanpa membayar iuran.

"PHK sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dibuktikan dengan (a) bukti diterimanya PHK oleh pekerja dan tanda terima laporan PHK dari dinas daerah kabupaten/ kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan,(b) perjanjian bersama dan tanda terima laporan PHK dari dinas daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau akta bukti pendaftaran perjanjian bersama, atau (c) petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap," tulis pasal 27 ayat 2 dikutip pada Senin, 13 Mei 2024.

Lebih lanjut dalam aturan tersebut di ayat 3 menyatakan, dalam hal perselisihan PHK masih dalam proses penyelesaian, pemberi kerja dan pekerja tetap melaksanakan kewajiban membayar iuran sampai dengan adanya putusan PHK yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 27 Ayat 4 tertulis dalam hal peserta PPU yang mengalami PHK membutuhkan pelayanan rawat inap, manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 diberikan berupa manfaat pelayanan kelas rawat inap standar atau di ruang perawatan kelas III untuk rumah sakit yang belum menerapkan kelas rawat inap standar.

Lalu, di Ayat 5 tertulis, peserta PPU yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 yang telah bekerja kembali wajib memperpanjang atau melanjutkan status kepesertaannya dengan didaftarkan oleh pemberi kerja atau dengan mendaftarkan diri sendiri.

Larangan PHK

Nyatanya pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan dengan beberapa kondisi. Dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) ini 10 keadaan yang harus diperhatikan pengusaha untuk tidak melakukan PHK terhadap karyawan:

Perusahaan tidak dapat melakukan PHK terhadap karyawan yang berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.

Keadaan selanjutnya saat karyawan berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketiga menjalankan ibadah yang diperintahkan agama termasuk umroh haji maupun lainnya.

Keempat saat karyawan akan menikah perusahaan tidak boleh melakukan PHK. Karyawan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

Dalam peraturan tersebut juga disebutkan jika karyawan mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja buruh lainnya di dalam satu Perusahaan.

Mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja atau serikat buruh, pekerja buruh melakukan kegiatan serikat pekerja atau serikat buruh di luar jam kerja, dan di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pengusaha tidak boleh melakukan PHK jika karyawan tersebut telah berada di kondisi mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.

Termasuk berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. Terakhir kondisi karyawan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

10 kondisi ini ditegaskan pada Pasal 153 ayat (2) "Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan."