<p>Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. / Dok. Kementerian PPN/Bappenas</p>
Nasional

Mimpi Jokowi untuk Turunkan Stunting ke 14 Persen Sulit Digapai

  • Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan soal mimpi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Namun, menurutnya, target Jokowi untuk mengurangi angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024 sangat sulit untuk digapai.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan, mimpi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan angka stunting menjadi 14% pada 2024 sangat sulit untuk digapai.

Dilansir dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, pada Rabu, 5 Juni 2024, Indonesia menghadapi masalah gizi yang kompleks. Kekurangan gizi kronis seperti stunting berpotensi diperparah dengan hidden hunger yang disebabkan oleh kekurangan gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral pada kelompok berisiko.

Sebagai gambaran, prevalensi stunting di Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Angka ini meningkat pada periode 2010-2013, kemudian mengalami penurunan dari 2014 hingga 2018.

Namun, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2023, angka prevalensi stunting di Indonesia masih berada di sekitar 21,5%, hanya mengalami penurunan sebesar 0,1% dari tahun 2022 yang sebesar 21,6%.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, pada Rabu, 5 Juni 2024, Suharso mengungkapkan, stunting yang diharapkan di tahun 2024 yang dicanangkan Presiden Jokowi sekitar 14% belum juga dapat capai.

Suharso menyatakan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran besar untuk mengurangi angka stunting.

Meskipun demikian, angka stunting nasional tidak mengalami penurunan yang signifikan. Pemerintah telah menyiapkan anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun pada tahun 2024, termasuk untuk program penurunan angka stunting.

“Padahal anggarannya sudah cukup besar yang digelontorkan untuk stunting (tapi angka stunting nggak turun-turun),” jelas dia.

Suharso juga mengungkapkan, tingginya target tersebut telah mendorong pemerintah untuk menurunkan target stunting pemerintahan Prabowo-Gibran di tahun 2025 menjadi 18,80%.

Kondisi Stunting di Indonesia

Indonesia mengalami masalah serius terkait stunting pada anak balita, yaitu kondisi di mana tinggi badan anak lebih rendah dari standar umur mereka, yang umumnya disebabkan oleh kekurangan gizi.

Masalah ini lebih banyak terjadi di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan dan pendidikan rendah, melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Di sisi lain, Indonesia diproyeksikan akan menjadi salah satu ekonomi terbesar dunia dalam beberapa dekade ke depan. PricewaterhouseCoopers (PWC) memperkirakan Indonesia akan menduduki peringkat keempat pada tahun 2050, berkat stabilitas pertumbuhannya dan jumlah penduduk yang besar.

Diperkirakan sekitar 70% dari penduduk Indonesia akan berada dalam usia produktif pada 2030, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan bonus demografi ini. Namun, masalah stunting yang melanda generasi muda dapat mengancam potensi ini.

Stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik anak-anak, tetapi juga dapat memengaruhi perkembangan otak, kemampuan belajar, dan meningkatkan risiko penyakit kronis di masa mendatang.

Sebelumnya, Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Indi Dharmayanti menyatakan, bahwa salah satu faktor penyebab stunting di Indonesia adalah kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin A, zat besi, folat, dan seng.

“Stunting dan defisiensi mikronutrien dapat memengaruhi perkembangan fisik dan kognitif pada anak serta meningkatkan risiko infeksi,” paparnya, dalam Webinar dengan tema Stunting dan Defisiensi Gizi Mikro di Indonesia.

Indi menambahkan, upaya penanganan stunting secara nasional harus melibatkan berbagai pihak.

“Hal ini sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, sebagai landasan hukum kerja bagi kementerian dan lembaga termasuk BRIN. Kemudian, pihak-pihak terkait dalam upaya penurunan stunting yang dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas,” ucapnya, dikutip dari BRIN.

Di samping itu, Direktorat Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI Hera Nurlita mengungkapkan, data tahun 2022 menunjukkan 4,5 juta anak balita di Indonesia mengalami wasting dan 760.000 anak memiliki status gizi buruk.

Oleh karena itu, upaya intervensi pencegahan perlu dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan atau masa kehamilan ibu. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menambahkan variasi jenis makanan pendamping ASI untuk anak usia 6-26 bulan, dengan memastikan mereka mengonsumsi setidaknya 5 hingga 8 kelompok makanan berbeda setiap harinya.