Mimpi Swasembada Beras Kian Nyata, Jokowi Janji Tidak Akan Impor Beras Tahun Ini
Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia berpeluang tidak melakukan impor beras pada tahun ini. Kondisi ini mungkin terjadi jika produksi beras tetap terjaga hingga akhir tahun.
Nasional
JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia berpeluang untuk tidak melakukan impor beras pada tahun ini. Kondisi ini mungkin terjadi jika produksi beras tetap terjaga hingga akhir tahun.
“Sampai akhir tahun, kalau produknya bagus tidak akan ada impor,” kata Jokowi saat kunjungan kerja pemantauan hasil panen padi Desa Wanasari, Indramayu, Jawa Tengah, Rabu 21 April 2021.
Presiden Jokowi mengatakan jumlah panen 7 hingga 8 juta ton per hektare pada tahun ini sudah cukup menutup kebutuhan beras dalam negeri. Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menghimpun perkiraan produk beras sepanjang Januari hingga Mei 2021 mencapai 17,5 juta ton.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Capaian itu belum ditambahkan stok akhir beras pada Desember 2020 yang sebesar 7,38 juta ton. Dengan demikian, persediaan beras pada Januari hingga Mei 2021 telah mencapai 24,9 juta ton.
Adapun proyeksi jumlah kebutuhan beras pada Januari hingga Mei 2021 mencapai 12,33 juta ton. Maka, Indonesia punya surplus stok beras sebesar 12,56 juta ton.
Mantan Walikota Solo ini mengungkapkan keinginannya untuk tidak impor beras dalam beberapa tahun ke depan. “Pemerintah sebetulnya tidak senang dan tidak suka impor beras,” terang Jokowi.
Di sisi lain, Jokowi senang melihat adanya pergerakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di tahun ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), HPP pada Maret 2021 tercatat sebesar Rp4.200 per kilogram. Angka tersebut 13% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp3.700 per kilogram.
Pantau Stok Beras
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengatakan, kebijakan impor bahan pangan sebetulnya bisa dihentikan Indonesia. Dirinya melihat kebijakan yang ditempuh pemerintah atas impor beras ini tidak berdasarkan kondisi stok beras di lapangan.
“Kalau impor sesuatu itu kan banyak yang terlibat dan sangat mungkin mereka (pihak yang terlibat) mendapatkan komisi. Makanya kebijakan impor ini ditempuh karena bisa menguntungkan pihak-pihak tersebut saja,” terang Trubus ketika dihubungi Trenasia.com, Rabu 21 April 2021.
Dirinya pun meminta pemerintah untuk cermat dalam mengambil kebijakan impor. Pasalnya, kebijakan tersebut punya pengaruh luar biasa terhadap kondisi petani di dalam negeri.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), salah satu catatan impor beras Indonesia dimulai pada 1989. Indonesia kala itu mengimpor beras dari Thailand sebanyak 246.000 ton dengan nilai impor US$68,5 juta.
Setelah itu, Indonesia secara fluktuatif mengimpor beras setiap tahunnya. Menurut data BPS, Indonesia melakukan impor beras sebanyak 356.286 ton sepanjang 2020. Nilai impor tersebut ditaksir mencapai US$195,4 juta.
“Impor beras itu kan awalnya untuk jangka pendek saja, hanya saja melihat kepraktisannya, pemerintah jadi terus-menerus. Seharusnya ini bisa diatasi dengan memperkuat produksi dalam negeri,” terang Trubus.
Untuk diketahui, pemerintah menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mendongkrak produksi beras. Pemerintah menggelontorkan Rp25,3 triliun untuk subsidi pupuk demi mendorong produksi beras pada 2021.
Selain itu, Kementan mendapat kenaikan pagu anggaran pada 2021 ini. Anggaran belanja Kementan naik dari Rp14,06 triliun pada 2020 menjadi Rp21,84 triliun di tahun ini.
Ketua Umum Wahana Tani Nelayan Indonesia (WAMTI) Agusdin Pulungan mengatakan, anggaran tersebut bisa didistribusikan secara lebih optimal. Pasalnya, saat kunjungan Jokowi ke Indramayu, kelompok petani masih mengeluhkan sulitnya mendapat subsidi pupuk tersebut.
Pupuk subsidi tersebut diperlukan di tengah proyeksi kenaikan produksi gabah kering giling (KGK) pada Januari hingga April 2021 yang sebesar 25,47 juta. Angka tersebut naik 26,6% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 14,54 juta ton dapat dikonversi menjadi beras. Jumlah ini bertambah 3,08 juta ton atau 26,8% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni 11,46 juta ton.
“Padahal pemerintah sudah memberi triliunan subsidi untuk penguatan produksi petani. Kalau akhirnya impor juga, anggaran itu sia-sia,” kata Agusdin kepada Trenasia.com beberapa waktu lalu. (LRD)