<p>Airbus Lion Air (Sumber: Twitter @lionairgroup)</p>
Nasional

Miris, Harga Tiket Tinggi Tak Buat Lion Air Untung

  • President Director of Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan hal ini disebabkan oleh tingginya harga avtur dan biaya perawatan pesawat

Nasional

Rizky C. Septania

JAKARTA- Mahalnya harga tiket pesawat menjadi penyebab kenaikan inflasi bulan lalu. 

Bahkan, sejumlah masyarakat pengguna maskapai penerbangan mengkritik dan mengeluh akan kenaikan harga yang bisa dibilang cukup signifikan.

Maskapai penerbangan murah, Lion Air juga menjadi salah satu perusahaan yang ikut menaikkan harga. Namun meski sudah menaikkan harga, Lion Air mengaku belum meraup untung dari operasional yang dijalankan.

President Director of Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan hal ini disebabkan oleh tingginya harga avtur dan biaya perawatan pesawat dan harus dibayar dengan mata uang dolar Amerika Serikat (USD).

"Komponen yang harus kita bayar atau material, sparepart, termasuk transportasi dan logistiknya itu sangat mahal sekali karena kita harus bayar dengan mata uang USD,” ungkap Daniel dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI dikutip TrenAsia.com Rabu, 29 Juni 2022.

Ia juga menambahkan banyaknya vendor penyedia bahan dan material perawatan kini sudah banyak yang tutup. Alhasil, sesuai hukum pasar, harga layanan juga semakin tinggi.

Menyorot Peraturan Menteri (PM) nomor 20 tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, Daniel berharap pemerintah melakukan revisi serta penyesuaian dengan kondisi saat ini.

"PM 20 Tahun 2019 dikeluarkan pada saat sebelum pandemi COVID-19, sehingga banyak sekali revisi atau paling tidak review yang harus dilakukan, paling tidak cost operasional pesawat bisa kita reduce," tambah Daniel.

Sulit Untung Meski Kapasitas sudah 100%

Pada rapat tersebut, Daniel menambahkan beberapa rute sulit mendapat keuntungan meski jumlah penumpang sudah penuh. Penyebabnya adalah padatnya lalu lintas udara yang berujung pada waktu tempuh.

Ia mencontohkan, rute Cikarang ke Tanjung karang yang bisa memakan waktu hingga 50 menit hingga 1 jam. Padahal, jarak tersebut sebetulnya bisa ditempuh hanya dengan waktu 35 menit.

"Kalau dengan kondisi 100 persen pun itu kita masih belum bisa mendapatkan profit, penuh pun belum bisa," katanya.

Menurut Daniel apabila tak ada perubahan terhadap tarif batas atas tiket, hal tersebut akan memberatkan maskapai sehingga tak menutup kemungkinan bahwa rutre tersebut kemudian ditutup.

"Kalau tidak bisa direview kembali maka kita tidak bisa, mungkin operator penerbangan lain juga tidak mau atau tidak sanggup untuk menjalankan," tambahnya.