Ilustrasi base transceiver station (BTS) di kawasan Rasuna Said, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Korporasi

Mitratel Mau IPO, Tower Bersama (TBIG) Pertahankan Pertumbuhan Organik Sebagai Strategi Utama

  • Direktur Keuangan Tower Bersama Infrastructure, Helmy Yusman Santoso mengaku akan mempertahankan pertumbuhan organik sebagai strategi utama perseroan.

Korporasi

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Emiten menara milik Grup Saratoga, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) akan memiliki rival terbaru di pasar modal Indonesia menjelang pencatatan saham anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk alias Mitratel.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Keuangan Tower Bersama Infrastructure Helmy Yusman Santoso mengaku akan mempertahankan pertumbuhan organik sebagai strategi utama perseroan. 

Alasannya, perseroan memiliki kemampuan untuk membangun menara secara cepat dan efisien. Adapun portofolio menara perseroan saat ini mayoritas atau sekitar 70% berasal dari pertumbuhan organik. Sedangkan, sisanya sebesar 30% berasal dari strategi akuisisi (anorganik).

Menurutnya, strategi akusisi tidak dapat diandalkan secara jangka panjang. Di sisi lain, strategi organik saat ini masih sangat menjanjikan, apalagi dengan adanya jaringan 5G dan perkembangan kebutuhan data yang signifikan ke depannya.

“Pertimbangannya adalah kalau akuisisi menjadi strategi andalan, itu tidak akan bisa berlangsung lama karena menara yang bisa diakuisisi semakin lama akan habis,” ujar Helmy dalam webinar Cuan Festival, Minggu, 14 November 2021.

Selain itu, lanjut Helmy, pihaknya juga tidak berspekulasi dalam membangun menara. Artinya, perseroan membangun menara jika ada permintaan yang cukup besar dari para operator telekomunikasi yang menjadi tenant TBIG.

“TBIG sendiri dikenal sebagai perusahaan menara dengan strategi pertumbuhan organik terbaik di pasar dan itu akan terus menjadi strategi kita ke depannya,” tambahnya lagi.

Kendati begitu, perseroan tidak menutup kemungkinan adanya pertumbuhan dari skema akuisisi. Seperti diketahui, perseroan telah mengambilalih 3.000 menara milik PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) pada tahun lalu.

Untuk diversifikasi bisnis, perseroan juga telah merambah bisnis fiber optik. Helmy bilang, segmen ini berpotensi menjadi sumber pendapatan perseroan yang cukup signifikan di masa yang akan datang, terutama dengan perkembangan jaringan 5G.

Sumber pendapatan perseroan lainnya berasal dari segmen digital lifestyle, seperti jaringan penguat sinyal dan Wifi di MRT Jakarta. Di mana nantinya, para operator telekomunikasi akan menyewa jaringan milik TBIG.

“Jadi memang kami akan tetap fokus pada bisnis infrastruktur. Tapi memang kontribusi terbesar masih berasal dari menara. Sedangkan kontribusi non-menara kepada total pendapatan masih dibawah 10 persen, tapi potensi ke depannya masih besar,” pungkasnya.