Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: setkab.go.id)
Nasional

MK Dianggap Keluar Jalur Dalam Putusan Uji Materi UU KPK

  • Dalam putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022, MK dianggap membentuk norma baru yakni dengan mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap telah keluar jalur dalam putusannya atas uji materi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK. 

Dalam putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022, MK dianggap membentuk norma baru yakni dengan mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Putusan tersebut dinilai melebihi wewenang karena hal tersebut merupakan hak dari lembaga eksekutif dan legislatif.

Hal itu disampaikan SETARA Institute dalam keterangan resminya, Kamis 20 Juli 2023. Merujuk kasus-kasus sebelumnya, MK mengategorikan soal batasan usia, batasan syarat menduduki jabatan, sebagai opened legal policy atau kebijakan hukum terbuka. “Artinya kewenangan pengaturan ada pada organ pembentuk UU yakni DPR dan Presiden,” ujar peneliti hukum dan konstitusi SETARA, Sayyidatul Insiyah. 

Pihaknya menegaskan isu usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK bukanlah isu konstitusional melainkan kebijakan hukum terbuka. Namun dalam perkara ini MK dinilai tidak konsisten dengan norma tersebut karena telah mengubahnya.

Selain itu, SETARA menyoroti putusan terkait uji materi UU KPK yang di dalamnya terdapat perbedaan pendapat hakim atau dissenting opinion. Terdapat lima hakim yang menerima jika masa jabatan diubah dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Di sisi lain, ada empat hakim yang menolak putusan tersebut. “Kondisi demikian semakin menegaskan keterbelahan pandangan di tubuh MK,” imbuh Sayyidatul.

Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani, menambahkan keadaan dissenting atau concurring opinion suatu hal biasa. Namun tren keterbelahan yang berulang menggambarkan bahwa tubuh MK semakin rapuh. "Rentan dan mengalami pengikisan kenegarawanan hakim dan integritas kelembagaan” ujar Ismail. 

Pendekatan Matematika

Menurut Ismail, cara pengambilan putusan yang tidak bulat oleh para hakim di MK dinilai mengkhawatirkan karena posisi mereka sebagai kumpulan para negarawan dan penafsir tunggal Konstitusi RI. “Tidak bisa dibayangkan kalau isu-isu konstitusional dan kenegaraan selalu didekati dengan matematika jumlah suara para hakim dengan keterbelahan pandangan yang berulang” imbuh Ismail yang juga dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Jika Putusan MK No.112/PUU-XX/2022 berlaku untuk periode saat ini, maka MK dinilai tidak hanya abai dalam membuat putusan yang harusnya kekuatan eksekutorialnya bersifat progresif (berlaku ke depan), tapi juga berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian, dan pertentangan hukum baru. “Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia,” ujar Ismail.

Berkaitan dengan hal tersebut, Presiden Joko Widodo didoorong mengabaikan putusan MK untuk kepentingan penguatan KPK. Selain itu SETARA meminta Presiden meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru.