MK Putuskan KPK Berhak Tangani Korupsi Militer
- Keputusan ini memberikan kejelasan hukum terkait peran KPK, mengatasi tumpang tindih kewenangan yang selama ini menjadi perdebatan di kalangan penegak hukum.
Nasional
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memperkuat kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi koneksitas. Yakni perkara yang melibatkan unsur sipil dan militer.
Putusan ini merupakan hasil uji materi Pasal 42 Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang diajukan oleh advokat Gugum Ridho Putra. MK menegaskan KPK tidak hanya memiliki peran dalam koordinasi dan pengendalian, tetapi juga dapat menangani kasus tersebut hingga berkekuatan hukum tetap (inkrah). Asalkan penyelidikan awal kasus itu dimulai atau ditemukan oleh KPK.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” tegas Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
- WIKA dan WSKT Kompak Jual Aset Jalan Tol, Apa Alasannya?
- Saham ADRO Nyaris Sentuh ARB Lagi, Kali Ini Melorot 20 Persen
- Optimisme Perbankan di Masa Transisi Presiden Prabowo
Keputusan ini memberikan kejelasan hukum terkait peran KPK, mengatasi tumpang tindih kewenangan yang selama ini menjadi perdebatan di kalangan penegak hukum.
Sebelumnya, aturan yang hanya memberikan kewenangan koordinasi dan pengendalian kepada KPK sering kali dianggap membatasi efektivitas lembaga antikorupsi tersebut, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan institusi yang kompleks dan sensitif.
Konsekuensi Putusan
MK juga menjelaskan implikasi hukum dari putusannya. MK menegaskan bahwa jika kasus koneksitas ditemukan oleh lembaga penegak hukum lain, tidak ada kewajiban untuk menyerahkannya kepada KPK. Apabila penyelidikan awal kasus tersebut dimulai atau ditemukan oleh KPK, maka lembaga ini memiliki tanggung jawab untuk menangani perkara tersebut hingga selesai, termasuk sampai putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Putusan ini muncul sebagai respons terhadap perbedaan penafsiran di kalangan penegak hukum terkait sejauh mana kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi koneksitas.
Dalam pertimbangannya, MK menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh terhambat oleh budaya ewuh pakewuh atau sungkan yang dapat merusak integritas dan kredibilitas proses hukum.
- WIKA dan WSKT Kompak Jual Aset Jalan Tol, Apa Alasannya?
- Saham ADRO Nyaris Sentuh ARB Lagi, Kali Ini Melorot 20 Persen
- Optimisme Perbankan di Masa Transisi Presiden Prabowo
Oleh karena itu, MK menambahkan frasa dalam Pasal 42 Undang-Undang KPK sebagai landasan hukum yang lebih kuat, sehingga memberikan kepastian hukum terkait kewenangan KPK.
Pasal 42 UU No. 30/2002 awalnya mengatur bahwa KPK hanya berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penanganan kasus korupsi koneksitas. Dengan putusan MK, frasa baru ditambahkan sebagai berikut,
“KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK,” bunyi frasa baru tersebut.
Putusan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum kasus korupsi koneksitas dan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap anggaran negara. Dengan kewenangan penuh ini, KPK diharapkan mampu menyelesaikan perkara koneksitas tanpa kendala koordinasi antar-lembaga.