MK Sebut Tidak Ada Bukti Bansos Pengaruhi Elektabilitas Prabowo Naik
- MK tidak menemukan bukti distribusi pemberian bantuan sosial (bansos) yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpengaruh terhadap peningkatan elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagaimana dalil para pemohon dalam sengketa Pilpres 2024.
Nasional
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan sengketa Pilpres 2024 atau perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan oleh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md pada Senin, 22 April 2024.
Pada sidang putusan pembacaan gugatan hasil Pilpres 2024, ada delapan Majelis Hakim Konstitusi yang membacakan putusan. Delapan Hakim Konstitusi itu di antaranya yaitu, Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.
Sidang dimulai pukul 09.00 WIB dan dipimpin Ketua MK Suhartoyo. “Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,” ujar Suhartoyo.
- 5 Fakta Menarik Tentang Pesawat Kiamat Amerika
- Fakta Jawa: Dilema Pulau Terpadat di Dunia dan Upaya Transmigrasi Kolonial
- Hal Ini jadi Biang Kerok Bencana di Indonesia
Mengenai Bansos, MK tidak menemukan bukti distribusi pemberian bantuan sosial (bansos) yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpengaruh terhadap peningkatan elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagaimana dalil para pemohon dalam sengketa Pilpres 2024.
Hal tersebut disampaikan hakim konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan hukum putusan perkara No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Hakim konstitusi, Arsul Sani, mengakui pemohon menggunakan analisis pendekatan ekonometrika sebagai upaya menghitung dan mengkorelasikan penggunaan bansos untuk kenaikan elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran.
Meski dinilai sebagai salah satu bentuk pembuktian secara scientific sebagaimana dilakukan di peradilan umum, MK tidak menemukan hubungan kausalitas antara bansos dengan perolehan suara.
“Terhadap dalil pemohon yang mengaitkan bansos dengan pilihan pemilih, Mahkamah tidak meyakini adanya hubungan kausalitas atau relevansi antara penyaluran bansos dengan peningkatan perolehan suara salah satu pasangan calon,” terang Arsul, ketika membacakan pertimbangan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada Senin, 22 April 2024.
Sesuai Prosedur
MK juga menyoroti korelasi program perlinsos dan bansos (perlinsos), mencatat pelaksanaan perlinsos dan program bansos dijalankan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam Pasal 23 ayat 1 jo ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945. Mengenai tudingan ada niatan lain dalam penyaluran perlinsos bukan ranah Mahkamah melainkan penegak hukum.
“Dengan demikian jika terjadi penyalahgunaan anggaran terkait dengan penyaluran dana perlinsos, maka menjadi ranah lembaga penegak hukum untuk menindaklanjutinya,” sambung dia.
MK mengamini pelaksanaan perlinsos dan tujuan perlinsos bahwa bisa dilakukan sebelum terjadi bencana dan setelah bencana terjadi. Tapi, MK tidak bisa mengetahui jangka waktu atau bentuk mitigasi. MK menilai pelaksanaan bansos tidak ada kejanggalan dan tidak ada pelanggaran peraturan.
- Iran - Israel Memanas, Saham ANTM dan MBMA Layak Dikoleksi
- Catat! Hari Ini Cum Dividen Jumbo ITMG Rp1.747 per Saham
- 10 Mata Uang Tertinggi di Dunia, Nomor Satu Bukan Dolar AS
“Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas penggunaan anggaran perlinsos, khususnya anggaran bansos menurut Mahkamah tidak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon jarena pelaksanaan anggaran telah diatur secara jelas mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban,” jelas Asrul.
“Termasuk pelaksanaan anggaran bansos yang disalurkan secara sekaligus (rapel) dan yang langsung disalurkan oleh presiden dan menteri merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya,” ungkapnya.
Arsul mengaku, MK mengakomodir bukti dari hasil survei terkait bansos. Namun, penyajian data oleh pemohon tidak utuh, sehingga MK tidak yakin adanya korelasi antara bansos dan peningkatan elektabilitas.
“Berpijak dari hal demikian terhadap dalil pemohon menurut Mahkamah tidak terdapat alat bukti yang secara empiris menunjukkan bahwa bansos nyata-nyata telah mempengaruhi/mengarahkan secara paksa pilihan pemilih,” jelasnya.
“Bahwa andaipun benar terjadi pembagian bantuan kepada masyarakat oleh presiden, pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah apakah bantuan yang dimaksud oleh pemohon adalah bansos oleh Kementerian Sosial atau bantuan kemasyarakatan oleh presiden yang bersumber dari dana operasional presiden.”