MK.jpg
Nasional

MK Sebut Tidak Ada Nepotisme Jokowi dalam Pencalonan Gibran sebagai Cawapres

  • Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut tidak ada bukti kuat terkait dugaan adanya nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Nasional
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut tidak ada bukti kuat terkait dugaan adanya nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. 

Hal itu disampaikan hakim saat dalam sidang putusan sengketa pemilu pada Senin, 22 April 2024. Dalam paparan yang dibacakan hakim MK Arief Hidayat disebutkan, sejak Putusan 90, syarat yang diberlakukan oleh Pasal 169 ayat (1) huruf q UU Pemilu adalah sebagaimana yang telah dinyatakan MK dalam amar putusan a quo. Ia juga menyinggung putusan etik berat oleh MKMK terkait putusan 90 itu.

“Berkenaan dengan dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, adanya Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," pungkas Arief membacakan pertimbangan MK.

“Menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari Pihak Terkait dan hasil verifikasi serta penetapan Pasangan Calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut,” kata Hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan atas gugatan Anies-Muhaimin.

“Selain itu, tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024,” sambungnya.

Dalam dalil permohonannya, tim AMIN mengklaim Jokowi melakukan intervensi dalam perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sebagaimana ditetapkan dalam Putusan 90/PUU-XX/2023 soal batas usia capres/cawapres. Menurut majelis hakim, Putusan 90 itu tidak ‘salah kamar’ karena sudah diputuskan juga di Majelis Kehormatan MK (MKMK).

“Menurut Mahkamah, persoalan mengenai penafsiran syarat pasangan calon sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah merupakan ranah pengujian norma dan hal tersebut telah dilakukan oleh Mahkamah melalui putusan pengujian undang-undang sehingga tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut,” paparnya.

Arief menambahkan, adanya putusan MKMK atas Putusan 90 itu tidak serta-merta bisa membuktikan dan meyakinkan hakim bahwa ada pengaruh dan upaya nepotisme Presiden Jokowi dalam pencalonan Gibran.

“Terlebih, kesimpulan Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu sendiri yang kemudian dikutip dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XX|/2023 antara lain telah menegaskan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi,” pungkasnya.

“Dalam konteks perselisihan hasil Pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat, namun lebih tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta Pemilu.”