MK Sebut UU Cipta Kerja Bertentangan dengan UUD'45, Airlangga: Kami Segera Revisi
- Pemerintah segera merevisi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja setelah dianggap bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK dalam sidang hari ini.
Nasional
JAKARTA -- Pemerintah menerima keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan siap melaksanakan keputusan MK yang meminta regulator, dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Cipta Kerja.
"Setelah mengikuti sidang MK, saya ingin menyampaikan bahwa pemerintah menghormati dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi RI serta akan melaksanakan UU Cipta Kerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Putusan MK dimaksud," katanya dalam konferensi pers seusai mengikuti sidang putusan MK di Jakarta, Kamis, 25 November 2021.
- Waspada Tumpukan Utang Luar Negeri di Tengah Defisit yang Melebar
- BNI Kucurkan Kredit Rp1 Triliun kepada Garudafood
- Kuartal III-2021, Laba Bersih Sarana Menara Nusantara Naik 35,2%
UU Cipta Kerja ditetapkan pada 2 November 2020 guna memastikan perlindungan terhadap seluruh rakyat Indonesia termasuk perlindungan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Dalam perjalanannya, telah terjadi beberapa permohonan pengujian UU Cipta Kerja terhadap UUD 1945 yang diajukan kepada MK dari kelompok masyarakat.
Airlangga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan oleh MK, yaitu harus dilakukan perbaikan paling lama 2 tahun sejak putusan dibacakan hari ini.
Sebagai suatu terobosan hukum yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa undang-undang yang saling tumpang tindih ke dalam satu undang-undang yang komprehensif, UU Cipta Kerja kini telah melalui pengujian secara formil dan dinyatakan masih tetap berlaku.
Dia menerangkan, dalam putusannya, MK meminta pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja.
"Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku," pungkas Airlangga.
Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah akan segera menindaklanjuti Putusan MK melalui penyiapan perbaikan undang-undang dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan lainnya dari MK sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK tersebut.
Bertentangan dengan UUD'45
Dalam sidang putusan hari ini, MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Joko Widodo tahun lalu bertentangan dengan UU Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di kanal Youtube MK RI di Jakarta, Kamis.
Anwar menyatakan bahwa UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk UU, yakni pemerintah dan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.
Lebih lanjut, MK menyatakan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk UU tidak melakukan perbaikan tersebut, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen alias tidak berlaku.
Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat srategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU tersebut.
MK menilai bahwa gemukanya regulasi dan tumpang tindih antar-UU tidak boleh menjadi alasan untuk mengenyampingkan tata cara atau pedoman baku yang berlaku untuk menyusun peraturan perundang-undangan.
"Karena tujuan dan cara, pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan dalam meneguhkan prinsip negara hukum demokratis yang konstitusional," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan MK.*