Ilustrasi pengeboran minyak.
Pasar Modal

Muatan Bahan Bakar dari Pelabuhan Baltik Rusia Akan Naik 50 Persen, Minyak Dunia Berpotensi Loyo

  • Muatan tersebut bertambah karena pedagang mencoba memenuhi permintaan yang kuat di Asia karena musim dingin ekstrem dan kenaikan harga energi global.

Pasar Modal

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Harga minyak dunia berpotensi meloyo karena didorong oleh muatan bahan bakar dari Pelabuhan Baltik Rusia yang diprediksi naik hingga 50%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pemuatan dari Pelabuhan Baltik pada Januari 2023 akan bertambah 50% dibanding periode Desember 2022.

Muatan tersebut bertambah karena pedagang mencoba memenuhi permintaan yang kuat di Asia karena musim dingin ekstrem dan kenaikan harga energi global.

"Harga minyak menetap lebih rendah karena indikasi pasokan minyak Rusia yang kuat mengimbangi data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih baik dari perkiraan," kata Ibrahim dikutip dari riset harian, Senin, 30 Januari 2023.

Analis dan Komisaris PT Orbi Trade Berjangka Vandy Cahyadi pun turut mengatakan hal senada, dan ia menambahkan pula bahwa momentum penurunan harga minyak akan dimanfaatkan oleh investor.

"Jika pasokan Rusia tetap kuat menjelang bulan depan, minyak mungkin akan terus turun, dan ini akan dimanfaatkan oleh para investor untuk melakukan taking profit akhir pekan ini dan mengunci keuntungan," ujar Vandy dikutip dari risetnya, Senin, 30 Januari 2023.

Sementara itu, di China, kasus kritis COVID-19 telah turun 72% dari puncaknya pada awal bulan ini sementara kasus kematian di rumah sakit telah turun 79%.

Perkembangan tersebut mengindikasikan normalisasi ekonomi China dan meningkatkan ekspektasi pemulihan permintaan minyak.

Pada perdagangan pasar AS Sabtu, 28 Januari 2023 pukul 03.30 WIB, harga minyak dunia diperdagangkan di level US$79,22 (Rp1,18 juta dalam asumsi kurs Rp14.978 per-dolar AS) perbarel.

Untuk perdagangan hari ini, Ibrahim memprediksi minyak dunia akan diperdagangkan melemah di rentang US$74,6 (Rp1,11 juta) - US$82 (Rp1,23 juta) perbarel.