<p>Ilustrasi. Sumber: suaramuhammadiyah.id</p>
Nasional

Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadan pada 11 Maret 2024

  • Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1445 H akan dimulai pada Senin, 11 Maret 2024. Penetapan ini didasarkan pada perhitungan hakiki mengenai penampakan hilal, yang mengikuti pedoman dari Majelis Tarjih dan Tajdid.
Nasional
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1445 H akan dimulai pada Senin, 11 Maret 2024. Penetapan ini didasarkan pada perhitungan hakiki mengenai penampakan hilal, yang mengikuti pedoman dari Majelis Tarjih dan Tajdid.

Surat penetapan ini resmi ditandatangani oleh Wakil Ketua dan Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, yaitu Hamim Ilyas dan Atang Solihin.

“Di wilayah Indonesia, 1 Ramadhan 1445 H akan jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 M,” bunyi Surat dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, pada Rabu 17 Januari 2024.

Berdasarkan surat tertanggal 29 Desember 2023, keputusan tersebut diambil dengan merujuk pada perhitungan hakiki mengenai penampakan hilal yang diikuti oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Dari hasil perhitungan, terlihat pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada 10 Maret 2024 yaitu (¢ = -07° 48′ LS dan l= 110° 21′ BT) = +00° 56′ 28". Hal ini menandakan hilal sudah terlihat, dan awal Ramadan telah dimulai sejak matahari terbenam pada 10 Maret 2024.

Pada saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk (hilal sudah terlihat), kecuali di daerah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.

Sementara itu, terkait penentuan Idul Fitri 2024, PP Muhammadiyah mengumumkan pada 9 April 2024, tinggi bulan saat matahari tenggelam di Yogyakarta (¢=-07° 48′ LS dan l = 110° 21′ BT) = +06° 08′ 28″.

Di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk, menandakan terlihatnya hilal yang menjadi acuan untuk menetapkan awal bulan Syawal.

Hisab hakiki merujuk metode perhitungan yang mengandalkan gerak benda langit, terutama matahari dan bulan sebenarnya. Dalam metode ini, pergerakan dan posisi bulan dihitung secara akurat untuk mendapatkan informasi yang seakurat mungkin sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Wujudul hilal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana matahari telah terbenam, namun bulan masih belum terbenam. Dengan kata lain, tidak peduli seberapa besar selisih waktu, bulan akan tetap terbenam setelah matahari terbenam.

Secara geometris, pada saat matahari terbenam, posisi bulan tetap di atas ufuk, tanpa memperdulikan tinggi bulan tersebut.

Kriteria penentuan awal bulan baru menggunakan prinsip hisab hakiki wujudul hilal ini didasarkan pada tiga syarat utama. Pertama, harus terjadi ijtimak atau konjungsi antara bulan dan matahari. Kedua, ijtimak harus terjadi sebelum matahari terbenam. Dan ketiga, ketika matahari terbenam, bulan masih harus berada di atas ufuk atau belum terbenam.

Sebaliknya, jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka saat matahari terbenam hingga esok harinya belum dimulai bulan baru dalam kalender Hijriah. Bulan baru akan dimulai pada saat terbenamnya matahari berikutnya, setelah semua tiga syarat tersebut terpenuhi.