MUI: Merger 3 Bank Syariah Tak Haram, Justru Patut Dicontoh
Sekretaris Bidang Perbankan Syariah Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional MUI Muhammad Maksum menilai sebaliknya, penggabungan usaha ini justru menjadi role model bagi bank lain yang akan melakukan merger.
Industri
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai merger tiga bank syariah milik bank pelat merah tidak menimbulkan isu krusial.
Sekretaris Bidang Perbankan Syariah Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional MUI Muhammad Maksum menilai sebaliknya, penggabungan usaha ini justru menjadi role model bagi bank lain yang akan melakukan merger.
“Merger ini tidak menyisakan masalah karena dilakukan sesama bank syariah. Hal yang krusial baru muncul seandainya dilakukan oleh bank syariah dengan bank konvensional,” ujar Sekretaris Bidang Perbankan Syariah BPH Dewan Syariah Nasional MUI Muhammad Maksum dalam keterangan tertulis, Senin, 6 November 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurutnya, rencana ini merupakan ikhtiar bagus untuk memperkuat aset dan kekuatan bank syariah yang selama ini masih berdiri sendiri-sendiri.
Ibarat Salat Jemaah
Senada dengan Maksum, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azharuddin Lathif memberi analogi tersendiri atas merger ini.
Ia mengungkapkan, merger tiga bank syariah sama halnya ibadah salat berjamaah. PT BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT BNI Syariah (BNIS) seperti orang yang salat jemaah di musala milik sendiri.
“Ketiga bank syariah ini beberapa kali sering jemaah (bekerja sama), tapi dilakukan di musala orang lain. Ini terjadi karena kapasitas bank syariah masih sangat kecil,” ungkapnya.
Dengan adanya merger, ia berharap ketiga bank tersebut sudah dapat melakukan ibadah bersama di tempat sendiri.
Di samping itu, lanjut Azharuddin, ke depan bank syariah hasil merger harus menunjukkan komitmen untuk tetap melayani nasabah skala kecil atau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Masyarakat, ungkapnya, tidak perlu khawatir terhadap potensi monopoli bisnis syariah pascamerger. Sebab, penggabungan usaha yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak akan menutup peluang bagi pelaku industri perbankan syariah lainnya.
Sebagai informasi, proses merger bank syariah, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah masih berjalan usai penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA) pada 12 Oktober kemarin.
Total aset bank hasil penggabungan usaha ini akan mencapai Rp214,6 triliun dan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun. Pencapaian tersebut dinilai bakal menempatkan bank syariah hasil merger ke dalam jajaran 10 bank terbesar di Indonesia.
Bank syariah hasil merger nantinya juga akan berstatus sebagai perusahaan terbuka dan tercatat di PT Bursa Efek Indonesia.
Adapun komposisi pemegang saham bank hasil merger, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 51,2%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) 25%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4%, DPLK BRI – Saham Syariah 2% dan publik 4,4%. (SKO)