Ilustrasi emisi karbon yang dihasilkan negara-negara di dunia.
Nasional

Mulai Diperdagangkan, Harga Kredit Karbon PLTU Capai US$18 per Ton

  • Ditaksir, potensi perdagangan karbon mencapai US$9 juta setara Rp136,8 miliar (asumsi kurs Rp15.209 per dolar AS). Hal ini didapat dari rekapitulasi Potensi sisa kuota karbon yang diperdagangkan itu diperoleh dari rekapitulasi emisi sepanjang tahun lalu sebesar 20 juta ton CO2e.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik. Di mana fase 1 pada 2023, akan dilaksanakan pada PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero).

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Dirjen Gatrik) Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu mengatakan, pemerintah telah menetapkan kisaran harga perdagangan karbon. Menurut Jisman nilai karbon yang diperdagangkan antar unit PLTU di dalam negeri harganya diperkirakan mulai dari US$ 2 hingga US$ 18 per ton. Sedangkan perdagangan karbon yang melibatkan pihak internasional harganya mulai dari US$ 2 hingga US$ 99 per ton.

Selama 2023 pemerintah telah menetapkan nilai PTBAE-PU kepada 99 unit PLTU Batubara dari 42 perusahaan IPP yang akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang mencapai 33.569 MW. 

Ke depan, secara bertahap perdagangan karbon di sub sektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batubara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PT PLN (Persero).

Sementara itu, PTBAE untuk PLTU di luar wilayah usaha PLN atau untuk kepentingan sendiri akan ditetapkan paling lambat pada 31 Desember 2024.

"Nanti pada 2024, perdagangan karbon akan diterapkan pada PLTU batu bara non mulut tambang dan mulut tambang dengan kapasitas lebih besar sama dengan 25 MW, ukuran yang cukup kecil," kata Jisman dalam Peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia dilansir Kamis, 23 Februari 2023.

Sebelumnya pemerintah telah menentukan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang hanya berlaku bagi empat kategori PLTU batu bara.

Pertama, PLTU Mulut Tambang atau PLTU non Mulut Tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama 25 MW hingga kurang dari 100 MW, ditetapkan sebesar 1,297 ton CO2e per MWh. Kedua, PLTU Mulut Tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 100 MW ditetapkan sebesar 1,089 CO2e per MWh.

Ketiga, PLTU non Mulut Tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 100 MW sampai dengan sama atau kurang dari 400 MW ditetapkan sebesar 1,011 ton CO2e per MWh. Keempat yang paling ketat, PLTU non Mulut Tambang dengan kapasitas terpasang lebih dari 400 MW dipatok sebesar 0,911 ton CO2e per MWh.

Tambahan informasi, PTBAE sendiri menjadi acuan satu unit pembangkit untuk menjadi pembeli atau penjual karbon kredit atau disebut juga sertifikat pengurangan emisi (SPE GRK). 

Unit pembangkit yang menghasilkan emisi melebihi dari PTBAE-PU (selanjutnya disebut defisit), diharuskan membeli kredit karbon dari unit PLTU yang menghasilkan emisi di bawah PTBAE-PU (selanjutnya disebut surplus). 

Jika tidak mau membeli SPE tersebut, maka pilihannya defisit tersebut akan terus diakumulasi tiap tahunnya dan dikenakan pajak karbon yang tentunya lebih membertakan, nilainya ditaksir sekitar tembus US$135-137 per ton.

Potensi Hingga Rp136,8 Miliar

Ditaksir, potensi perdagangan karbon mencapai US$9 juta setara Rp136,8 miliar (asumsi kurs Rp15.209 per dolar AS). Hal ini didapat dari rekapitulasi Potensi sisa kuota karbon yang diperdagangkan itu diperoleh dari rekapitulasi emisi sepanjang tahun lalu sebesar 20 juta ton CO2e.

Dari jumlah emisi 20 juta ton CO2e sepanjang tahun lalu, unit pembangkit yang mengalami defisit (melebihi PTBAE-PU) mencapai 10,2 jta ton CO2e. Sementara unit pembangkit yang mengalami surplus mencapai 9,7 juta ton CO2e. Untuk itu diperoleh selisih 500.000 ton CO2e yang bisa diperdagangkan dengan kisaran harga hingga US$18 per ton CO2e.

PLN sendiri lewat anak usaha Nusantara Power berencana menerbitkan 1,57 juta ton CO2e SPE pada tahun 2023 ini. Ini didapat dari tiga proyek pembangkit, di antaranya pengoperasian pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) baru di Blok 3 Muara Karang dalam skema SRN dengan potensi mencapai 1,2 juta ton CO2e. 

Lalu juga dari engoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Sipansihaporas dan PLTA Renun diproyeksikan memiliki potensi kredit karbon sebesar 363.957 ton CO2e lewat skema verified carbon system (VCS).