putin2.jpg
Dunia

Mundur dari Kherson, Putin Diingatkan Tentang Nasib Raja Hujan

  • Penarikan Rusia dari Kherson mau tidak mau memicu keretakan ideologis antara tokoh pro-perang dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dunia

Amirudin Zuhri

MOSKOW- Penarikan Rusia dari Kherson mau tidak mau memicu keretakan ideologis antara tokoh pro-perang dan Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Seorang ideologis pro-perang Rusia, Alexander Dugin secara terbuka mengkritik Putin yang ia sebut sebagai otokrat karena gagal menegakkan ideologi Rusia dengan menyerahkan Kherson. Dugin mengatakan ideologi Rusia secara jeals mendefinisikan tanggung jawab Rusia untuk mempertahankan  kota-kota Rusia seperti Kherson, Belgorod, Kursk, Donetsk, dan Simferopol. 

“Seorang otokrat memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan bangsanya atau menghadapi nasib “King of the Rain" (Raja Hujan)",” katanya melalui saluran Telegram Minggu 13 November 2022. Sebuah referensi ke The Golden Bough karya Sir James Frazer di mana seorang raja terbunuh karena dia tidak dapat memberikan hujan di tengah-tengah kekeringan. 

Dugin juga meremehkan peran penasihat Putin dalam kegagalan melindungi dunia Rusia. Dia mencatat bahwa komandan Pasukan Rusia di Ukraina, Jenderal Angkatan Darat Sergey Surovikin tidak bertanggung jawab atas keputusan politik untuk menarik diri dari Kota Kherson.

Dugin menyebut otokrat tidak dapat memperbaiki penyimpangan ideologi ini hanya dengan penampilan publik dan mengatakan pihak berwenang di Rusia tidak dapat menyerahkan hal lain dan bahwa  batasnya telah tercapai. 

Putin tampaknya mengalami kesulitan menenangkan bagian dari konstituen pro-perang yang sangat ideologis karena ketidakmampuan militernya untuk memberikan tujuan maksimal untuk menggulingkan pemerintah Ukraina dan merebut seluruh Ukraina.

Para tokoh berhaluan nasionalis Putin seperti Vladimir Solovyov semakin menuntut Kremlin dan komando militer yang lebih tinggi untuk berkomitmen penuh pada tujuan mereka di Ukraina. Solovyov bahkan menyerukan mobilisasi penuh dan pemecatan pejabat yang tidak kompeten menyusul penyerahan Kota Kherson.

Sejumlah bloger militer sebelumnya telah mengkritik Putin karena kegagalannya menanggapi serangan di Jembatan Selat Kerch pada 9 Oktober. Sementara yang lain mencatat Putin telah gagal menegakkan ideologi superioritas Rusia sejak 2014.

Kritik langsung terhadap Putin dalam komunitas pro-perang hampir belum pernah terjadi sebelumnya. Dan serangan Dugin yang menonjol dan tegas terhadap Putin dapat mengindikasikan pergeseran di antara para ideolog nasionalis Rusia.  Putin perlu mempertahankan dukungan dari komunitas ini dan kemungkinan telah memerintahkan beberapa pendukungnya untuk menekan setiap kritik terhadap penarikan Rusia dari Kota Kherson.

Saluran yang berafiliasi dengan Wagner juga menyalakan Kremlin setelah hilangnya Oblast Kherson. Beberapa bloger militer menyiratkan bahwa Kremlin telah mengkhianati Kota Kherson dengan  menjualnya. Sementara yang lain mencatat bahwa Kremlin secara konsisten menyerahkan wilayahnya tanpa meminta pendapat orang-orang Rusia.

Bloger militer lain bahkan mempertanyakan legitimasi dari tingkat dukungan 87% yang diklaim untuk aneksasi Rusia atas Kherson Oblast. 

Namun beberapa tokoh penting membela keputusan untuk mundur dari Kherson. Pemodal Wagner Group Yevheny Prigozhin dan pemimpin Chechnya Ramzan Kadirov menyebut penarikan sebagai keputusan yang tepat. Dua orang ini sebelumnya dikenal sebagai pengkritik keras terhadap kementerian pertahanan dan militer Rusia.

Entah terkait atau tidak dengan semakin tajamnya kritik Vladimir Putin telah mengusulkan perubahan undang-undang yang akan meningkatkan sanksi pada para pengkritk perang. Undang-undang baru akan memungkinkan Moskow untuk mencabut paspor dari warga non-lahir yang mengkritik perang Ukraina.

Surat kabar independen Rusia Meduza melaporkan tindakan yang akan dianggap sebagai kejahatan adalah  mendiskreditkan tentara Rusia,  menyebarkan berita palsu dan  berpartisipasi dalam kegiatan organisasi yang tidak diinginkan. Awal tahun ini, parlemen Rusia mengajukan undang-undang yang mengkriminalisasi protes perang Ukraina dan  mendiskreditkan tentara Rusia. Mereka yang melanggar aturan diancam hukuman 15 tahun penjara.

Berita buruk

Secara politik kehilangan Kota Kherson harus diakui memang menjadi kemunduran besar bagi Rusia. Sulit untuk membantah hal tersebut.

Baru enam minggu yang lalu Putin menandatangani dokumen yang membuat Kherson dan tiga wilayah Ukraina yang diduduki sebagian menjadi bagian dari Rusia. Dia juga berjanji akan melindungi wilayah tersebut denga semua kemampuannya. 

Selain itu, fakta bahwa Kherson adalah satu-satunya ibu kota regional yang telah direbut Rusia sejak invasi Februari. Kehilangan kota ini pasti akan dilihat sebagai kerugian memalukan lainnya.

Pada bulan Mei, selama perjalanan ke Kherson, Andrei Turchak, pejabat tinggi di partai politik yang dikendalikan Kremlin, Rusia Bersatu, menyatakan kota itu selamanya bagian dari Rusia. “Saya ingin, sekali lagi mengatakan kepada penduduk wilayah Kherson bahwa Rusia ada di sini selamanya. Seharusnya tidak ada keraguan tentang itu ,” katanya. 

Mark Cancian, seorang analis militer di Centre for Strategic and International Studies (CSIS)  di Washington mengatakan secara politis ini adalah berita buruk bagi Rusia. Karena Putin menyerahkan sebuah provinsi yang dia coba lepaskan dari Ukraina.

Tetapi secara militer, keputusan ini sangat masuk akal. Pasukan Rusia di tepi barat Dnieper sangat rentan. “Menarik mereka ke tepi timur sungai akan membuat mereka aman. Selain itu juga akan membebaskan beberapa pasukan untuk memperkuat barisan di tempat lain,” katanya dikutip Sky News.

Bahkan dari sisi kebijakan militer, mundur dari Kherson diyakini sudah ada sejak lama. Tetapi ada keengganan politik di Rusia untuk melakukan. Karena bagaimanapun akan sangat sulit memoles kemunduran itu bukan sebagai sebuah kekalahan. Tetapi kini kebutuhan militer tampaknya telah memenangkan argumen.

Pengunduran diri dari Kherson juga mengikuti pola komandan Rusia selama perang. Sebagai misal. setelah gagal merebut Kyiv, Rusia menarik diri dariUkraina Utara dan mengerahkan pasukan ke timur untuk serangan di Donbas.

Apa yang mereka tunjukkan adalah tingkat pragmatisme. Mengurangi kerugian setelah operasi gagal. Dalam istilah militer, mereka telah membuat penilaian bahwa mereka tidak dapat menahan tepi barat Dniepro tanpa risiko dan korban yang berlebihan.