Mungkinkah Amerika Kekurangan Rudal Tomahawk?
- JAKARTA-Serangan Amerika terhadap sejumlah kelompok yang didukung Iran terus berlanjut. Mungkin terlihat kecil, tetapi penggunaan rudal Tomahawk secara si
Dunia
JAKARTA-Serangan Amerika terhadap sejumlah kelompok yang didukung Iran terus berlanjut. Mungkin terlihat kecil, tetapi penggunaan rudal Tomahawk secara signifikan mengurangi pasokan senjata tersebut di gudang Amerika.
Operasi baru-baru ini berulang kali menghabiskan produksi rudal Tomahawk yang dilakukan selama bertahun-tahun dalam semalam.
Rudal Serangan Darat Tomahawk adalah salah satu kemampuan utama Angkatan Laut. Dan rudal ini telah menjadi senjata serang pilihan di konflik berbagai konfil termasuk di Irak, Afghanistan, dan Suriah.
Rudal jelajah yang diluncurkan dari laut yang dirancang untuk serangan darat ini dapat ditembakkan dari kapal selam atau kapal dengan jangkauan sekitar 1.500 km. Oleh karena itu, Tomahawk berfungsi sebagai kemampuan serangan darat utama Angkatan Laut tanpa membahayakan aset mereka.
Mackenzie Eaglen peneliti senior di American Enterprise Institute (AEI yang menangani strategi pertahanan, anggaran pertahanan, dan kesiapan militer dalam tulisannya di National Interest 12 Februari lalu menyebutkan Angkatan Laut Amerika memiliki persediaan Tomahawk dalam jumlah besar. Ini untuk mempertahankan kemampuan serangan daratnya. Namun baru-baru ini mereka menembakkan rudal lebih cepat daripada kemampuan menggantikannya.
- Usai IPO, Ayam Goreng Nelongso (BAIK) Canangkan Buka Gerai di IKN
- Akhir 2023, Penyaluran Pinjaman Online Mencapai Rp22,57 Triliun
- Jurus Maja Agung (SURI) Genjot Pendapatan Naik 30 Persen Sepanjang 2024
Sebagai contoh Angkatan Laut mengatakan serangan pada hari pembukaan saja menghabiskan lebih dari 80 Tomahawk. Sementara pada tahun 2023 lalu, US Navy hanya membeli 55 rudal tersebut. Artinya produksi rudal Tomahawk tahun lalu menyumbang 68 persen dari amunisi presisi yang ditembakkan ke Houthi dalam satu hari. “Ini adalah tingkat pengeluaran yang tidak berkelanjutan,” tulis Eaglen
Serangan sebelumnya di Suriah pada 2017 menggunakan 59 Tomahawk. Dan kembali menembakkan 60 rudal pada tahun 2018. Sementara Angkatan Laut hanya membeli 100 Tomahawk pada tahun 2018. Dan kemudian tidak membeli Tomahawk pada tahun 2019. “Artinya pembelian gagal mengimbangi tingkat pengeluaran serangan di Suriah.”
Menembakkan lebih banyak senjata daripada yang dibeli Amerika menyebabkan persediaan senjata menurun dengan cepat. Cadangan senjata yang sama akan dibutuhkan negara tersebut jika China berusaha menggunakan kekuatan untuk merebut Taiwan. Sementara Amerika Serikat harus mendukung perang di dua wilayah lainnya.
Tidak Stabil
Seperti kebanyakan amunisi presisi berteknologi tinggi di Amerika Serikat, Tomahawk memang memiliki sejarah pengadaan yang tidak memadai dan tidak stabil. Dalam sepuluh tahun terakhir uang senilai US $2,8 miliar telah dihabiskan untuk pengadaan Tomahawk. Dana sebesar itu untuk membeli 1.234 rudal.
Meskipun angka itu mungkin tampak mengesankan, namun hal ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan angkatan laut Amerika. Ini karena mereka menganut sifat global dalam menghadapi musuh di banyak tempat sekaligus.
Mengingat Angkatan Laut Amerika memiliki lebih dari 140 kapal permukaan dan kapal selam yang mampu meluncurkan Tomahawk, pembelian rudal baru juga tersebar tipis di seluruh armada. Dengan pembelian Tomahawk pada dekade terakhir hanya akan berjumlah 8,8 rudal baru per kapal.
Anggaran untuk memperkuat stok Tomahawk Angkatan Laut tampaknya juga kurang. Bahkan dalam permintaan anggaran Gedung Putih tahun 2024 , US Navy tidak akan membeli Tomahawk serang darat baru. Dan sebagai gantinya memilih akan berinvestasi dalam modifikasi eksperimental 40 Tomahawk menjadi varian Maritime Strike Tomahawk. Rudal yang dirancang untuk menyerang kapal di laut.
- Rekomendasi 6 Film dan Drama di Viu pada Februari 2024
- Lolos Gugatan PKPU, Saham Antam Malah Turun 1,05 Persen
- Harita Nickel (NCKL) Menyongsong Private Placement dan Rights Issue, Potensi Cuan Rp20,9 Triliun
Bahkan jika Angkatan Laut ingin membeli lebih banyak rudal, tidak jelas apakah industri akan mampu memenuhi permintaan. Fluktuasi pembelian Tomahawk telah menyebabkan tingkat produksi tidak stabil. “Permintaan yang tidak merata telah menyebabkan terhambatnya produksi komponen-komponen utama seperti motor roket. Ini menyulitkan peningkatan produksi,” lanjutnya.
Hal yang juga diperhatikan setiap Tomahawk baru membutuhkan waktu dua tahun untuk pembuatan. Dokumen Angkatan Laut menunjukkan pesanan dari tahun 2023 lalu diperkirakan baru akan dikirim pada Januari 2025. Dengan jumlah pengiriman hanya lima rudal per bulan.
Eaglen mengingatkan perang berikutnya akan membutuhkan persenjataan yang kuat di gudang senjata Amerika. Selama Operasi Pembebasan Irak pada tahun 2003, pasukan Amerika meluncurkan sekitar 800 Tomahawk serangan darat selama invasi awal. Dengan tingkat produksi saat ini, Amerika memerlukan waktu satu dekade untuk memulihkannya. Melawan China Amerika pasti memerlukan upaya yang jauh lebih besar. “Dan Beijing pasti tahu hal itu,” tegasnya.