Ilustrasi belanja online di start up e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli, dan marketplace lain. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Industri

Musim Start Up PHK Massal, Imbas dari Kenaikan Suku Bunga The Fed?

  • Beberapa waktu ke belakang, beberapa perusahaan rintisan (start up) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah yang cukup masif.

Industri

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Beberapa waktu ke belakang, beberapa perusahaan rintisan (start up) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah yang cukup masif. 

Rangkaian PHK itu pun memicu asumsi adanya imbas dari kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) alias Federal Reserve (The Fed).

Vice Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Sulistiyanto mengatakan, saat ini kenaikan suku bunga global tengah menjadi tren yang menggeser preferensi investor ke instrumen lain yang lebih menjanjikan keuntungan.

"Dari sisi demand, faktor naiknya inflasi mungkin juga menjadi pertimbangan konsumen. Dalam situasi inflasi maka demand atau belanja terhadap layanan berbasis teknologi mungkin akan dipangkas oleh konsumen untuk mempertahankan daya beli mereka terhadap kebutuhan pokok," ujar Eko kepada TrenAsia.com, Selasa, 31 Mei 2022.

Minimnya pendanaan akibat pergeseran minat investor, ditambah lagi dengan tingkat permintaan yang berkurang di tengah inflasi, dapat membuat perusahaan start up kelimpungan seperti yang diungkapkan oleh Analis Indef Nailul Huda.

"Start up-start up ini masih butuh pendanaan untuk bisa beroperasional. Makanya, ketika gagal mendapatkan pendanaan, biasanya mereka akan kelimpungan hingga tidak bisa beroperasi secara normal," kata Huda kepada TrenAsia.com, Selasa, 31 Mei 2022.

Selanjutnya, Nailul mengatakan juga bahwa PHK bisa jadi salah satu langkah yang diambil perusahaan untuk menghemat dana operasional, khususnya bagi start up yang masih "membakar" uang untuk mendorong pertumbuhan sehingga mereka bergantung kepada pendanaan dari Venture Capital atau sumber lainnya.

"Memang harus mulai memikirkan untuk keluar dari jebakan bakar uang. Kemudian juga harus pintar mencari VC yang dipercaya oleh beberapa perusahaan besar sehingga VC lainnya tertarik untuk memberika pendanaan lanjutan," papar Nailul.

Nailul pun mengungkapkan kekhawatirannya terkait dengan pendanaan yang minim kepada start up. Menurut Nailul, sementara jumlah start up semakin banyak, fenomena bubble burst pun bisa terjadi.

Untuk diketahui, bubble burst adalah adalah pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan naiknya nilai pasar secara cepat, terutama untuk aset. Sementara itu, pesatnya kenaikan nilai pasar yang didorong inflasi itu diikuti oleh penurunan nilai yang cepat.