tembakau.jpg
Nasional

Musisi Minta Solusi Atas Potensi Dampak Negatif Pasal Tembakau ke Industri Musik

  • Pihaknya tidak setuju dengan berbagai larangan terhadap produk tembakau yang tertera pada pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan karena bisa menganggu keberlangsungan industri musik yang sedang membaik.
Nasional
Khafidz Abdulah Budianto

Khafidz Abdulah Budianto

Author

JAKARTA - Geliat industri musik Indonesia berkembang cukup pesat pasca pandemi. Sejumlah musisi berharap adanya dukungan dari berbagai pihak untuk menjaga momentum positif ini, termasuk dari pemerintah. 

Hal ini lantaran para musisi mendengar informasi atas berbagai larangan bagi produk tembakau untuk memberikan sponsorship untuk acara musik yang tertera pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.

“Alhamdulillah, aktivitas manggung sudah kembali pulih. Malahan kalau saya dengar dari beberapa teman, banyak yang fee manggungnya jadi naik dua sampai tiga kali lipat setelah pandemi,” ungkap vokalis sekaligus gitaris band Rocket Rockers, Aska Pratama, kepada wartawan.

Aska berharap segala hal positif yang sedang terjadi di industri musik ini bisa terjaga. “(Saat ini) semakin banyak festival, konser, atau platform musik yang bisa mengangkat keberagaman genre yang ada di Indonesia. Seni tradisional Indonesia juga dimasukkan ke agenda-agenda konser atau festival besar di Indonesia,” harapnya.

Oleh karena itu, pihaknya tidak setuju dengan berbagai larangan terhadap produk tembakau yang tertera pada pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan karena bisa menganggu keberlangsungan industri musik yang sedang membaik. Hal ini karena banyak festival atau konser musik yang mendapatkan sponsor dari produk tembakau. “Kalau pembatasan saya setuju, tapi kalau pelarangan saya kurang setuju,” tegasnya.

Aska melanjutkan jika yang dilakukan adalah pembatasan bagi produk tembakau, termasuk masih memperbolehkan produk tembakau melakukan branding, promosi, dan iklan di sebuah pertunjukan musik, maka masih memungkinkan untuk diterapkan. 

Ia menambahkan hal terpenting adalah produk tembakau tidak benar-benar dilarang untuk melakukan promosi atau iklan dalam pertunjukan musik karena dapat mematikan keberlangsungan industri musik. Selain itu, perumusan pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan tersebut juga sebaiknya dibahas bersama lintas kementerian.

 “Sebaiknya perlu dilakukan pembahasan yang masif dan intens dengan pelaku-pelaku yang berhubungan langsung di industri musik dan promotor. Serta, melalukan audiensi sampai ke pelaku-pelaku di bawahnya, bukan cuma petinggi saja yang diajak berdiskusi,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Dino Hamid, menyatakan penolakan yang sama terhadap pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan. “Intinya, dari kami sebagai pelaku industri, keberatan kalau (pasal-pasal tembakau) RPP ini disahkan. Karena, satu yang paling krusial, kita tidak dilibatkan untuk berkomunikasi dan memberikan pendapat,” tegasnya.

Pelarangan produk tembakau untuk melakukan sponsor, branding, dan iklan di industri musik memiliki dampak yang signifikan, termasuk bagi pelaku pertunjukan musik di daerah. “Jadi hampir 100 persen itu (sponsor dari produk tembakau di daerah) dukungan untuk festival musik,” pungkas Dino.