Nah Lho! Ratusan Komisaris BUMN Rangkap Jabatan, Perusahaannya Rugi Pula
Komisaris-komisaris BUMN biasanya diisi oleh PNS dari kementerian/lembaga, TNI, Polri, profesional, anggota partai politik, hingga tim sukses saat pemilu.
Industri
JAKARTA – Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan sebanyak 397 komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 167 anak perusahaannya terindikasi merangkap jabatan.
Ombudsman menemukan mayoritas komisaris ditempatkan di BUMN yang tidak memberikan pendapatan signifikan, bahkan beberapa di antaranya merugi.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan posisi komisaris perusahaan negara yang diisi oleh sosok dari kementerian atau lembaga negara merupakan hal wajar.
“Kita kan tahu BUMN dimiliki pemerintah. Pemerintah sebagai pemegang saham pasti menempatkan perwakilannya untuk menempati posisi komisaris di BUMN. Maka wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan itu,” ujar dia, dilansir Antara, Minggu, 28 Juni 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pernyataan Arya itu menjawab temuan Ombudsman mengenai banyaknya komisaris BUMN yang rangkap jabatan di kementerian atau lembaga pemerintah. Menurut Arya, pemerintah sebagai pemegang saham BUMN berhak menempatkan orangnya demi mengawasi kinerja perusahaan.
“Jadi sangat wajar kalau dari kementerian atau lembaga juga yang menempati posisi komisaris, yang mewakili kepentingan pemegang saham ya dari pemerintah. Itu logika umum, di mana-mana juga pastinya harus ada mewakili. Kalau enggak, siapa yang mewakili pemerintah dalam perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah itu kalau bukan dari unsur pemerintah,” ujarnya.
PNS Tak Dilarang
Menurut Arya, larangan rangkap jabatan bagi pegawai negeri sipil (PNS) adalah larangan untuk menjabat satu jabatan struktural dengan jabatan struktural lainnya, dan/atau dengan jabatan fungsional pada Kementerian/Lembaga. Hal itu tidak berlaku dalam jabatan di BUMN. Pun juga PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
“Sesuai regulasi, maka dewan komisaris atau dewan pengawas dan direksi, bukan termasuk jabatan yang masuk dalam kriteria jabatan struktural dan/atau jabatan fungsional PNS,” urainya.
Dia menambahkan, terkait aspek benturan kepentingan dewan komisaris adalah yang dapat merugikan BUMN. Apabila perbedaan itu tidak menimbulkan kerugian pada BUMN, maka bukan benturan kepentingan.
Arya menjawab soal adanya rangkap penghasilan. Menurut dia, penghasilan yang diterima komisaris berbentuk honorarium dan bukan gaji.
“Kalau ada apartur sipil negara (ASN) yang ditugaskan untuk tugas-tugas tertentu, maka ada tambahan honorarium bagi pejabat tersebut,” kata dia.
Dari Anggota TNI Hingga Politikus
Data dari Ombudsman tersebut merupakan tahun buku 2019. Ombudsman mencatat temuan itu sebagai indikasi lantaran pada 2020 dimungkinkan sudah diganti.
Komisaris-komisaris tersebut merangkap dari jabatannya sebagai ASN di kementerian/lembaga, anggota TNI aktif, hingga anggota partai politik. Jumlah komisaris yang merangkap paling banyak berasal dari ASN mencapai 254 orang.
Berikut rincian temuan Ombudsman soal rangkap jabatan komisaris BUMN:
- ASN Kementerian BUMN: 55 orang
- ASN Kementerian Keuangan: 42 orang
- Anggota TNI: 27 orang
- Anggota Polri: 13 orang
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK): 4 orang
- Sisanya lain-lain