Nasib Bank Bukopin: Butuh Modal, Ditinggal Direksi, Rasio Keuangan Ambruk
- PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP) sedang dalam sorotan. Rencana penerbitan saham baru melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue yang tak kunjung terlaksana, memunculkan tanda tanya bagaimana nasib bank milik Bosowa dan Kookmin Bank ini ke depan.
Industri
JAKARTA – PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP) sedang dalam sorotan. Rencana penerbitan saham baru melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue yang tak kunjung terlaksana, memunculkan tanda tanya bagaimana nasib bank milik Bosowa dan Kookmin Bank ini ke depan.
Terlebih, dua pemegang saham terbesar itu menyatakan tidak akan melaksanakan haknya dalam rights issue Bukopin.
Kabar terbaru, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta bank-bank pelat merah untuk membeli saham dengan kode BBKP itu. Isu ini mungkin saja terjadi mengingat pemerintah juga merupakan salah satu pemegang saham Bukopin.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Berdasarkan laporan tahunan 2019, pemerintah Indonesia merupakan pemilik 1,04 miliar saham Bukopin atau setara dengan 8,92%. Catatan ini membuat pemerintah berada di tiga besar pemegang saham Bukopin setelah Bosowa 23,4% dan Kookmin Bank 22%.
Tidak hanya itu, BUMN juga diwakilkan Koperasi Pegawai Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo) memiliki 5,26% saham Bukopin atau setara 612,73 juta.
Lalu, siapa yang akhirnya menjadi pemegang saham baru Bukopin?
Pada 2010 silam, Bukopin yang masih dikendalikan Kopelindo dengan kepemilikan 42,71% bersama pemerintah dengan kepemilikan 17,32%, direncanakan akan menjadi anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).
Bahkan, saat itu Menteri BUMN Mustafa Abubakar sudah merestui BRI untuk mengambilalih Bukopin. Skenarionya, Bukopin akan digabungkan dengan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. (AGRO).
Namun rencana itu hanya menjadi wacana. BRI batal mengakuisisi Bukopin. Hingga pada 2013, Bukopin akhirnya jatuh ke tangan PT Bosowa Corporindo milik keluarga Aksa Mahmud dan terus meningkatkan kepemilikannya hingga 30% pada 2015.
Seiring waktu berjalan, Bukopin kedatangan investor baru dari Korea Selatan. Investor itu adalah KB Kookmin Bank yang masuk dengan membawa dana Rp1,46 triliun untuk menjadi pemegang 22% saham Bukopin melalui rights issue pada 2018.
Pada tahun yang sama, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga diisukan meminati saham Bukopin, sebelum akhirnya membantah kabar tersebut.
Meski begitu, baru-baru ini, nama BNI kembali muncul sebagai calon investor Bukopin yang baru.
Ditinggalkan Direksi
Sepanjang proses rencana rights issue, Bukopin semakin tertekan. Beberapa direksi justru melepas jabatannya di tengah kondisi keuangan yang tak menentu.
Pengunduran diri direksi dimulai Rachmat Kaimuddin dari direktur keuangan dan perencanaan Bukopin pada 6 Desember 2019. Kemudian berlanjut ke Achmad Purwanto sebagai direksi pada 8 Mei 2020.
Puncaknya, Direktur Utama Bukopin Eko R. Gindo juga melepas jabatannya pada 18 Mei 2020.
Artinya, hingga saat ini Bukopin belum memiliki direktur utama yang resmi. Terlebih, perseroan baru akan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 18 Juni 2020 mendatang.
Rasio Keuangan Ambruk
Sepanjang 2019 lalu, rasio keuangan Bank Bukopin memang sedang tidak baik. Terlihat dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang hanya sebesar 12,59% atau di bawah ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 14%.
Selain itu, Bank Bukopin juga sedang dirundung meningkatkan kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Pada 2019, NPL gross Bukopin mencapai 5,99% dengan NPL Net 4,45%.
Tidak hanya itu, net interest margin (NIM) Bukopin juga hanya tersisa 0,21% dengan return on asset (ROA) 0,13% dan return on equity (ROE) 3,17%.
Meski begitu, Bukopin masih bisa bersyukur karena laba bersihnya naik 14% dari Rp190 miliar pada 2018 menjadi Rp217 miliar.
Pencapaian laba bersih tersebut tidak lepas dari pertumbuhan kredit yang naik 5,39% dari Rp64,36 triliun di 2018 menjadi Rp67,83 triliun. Sementara dana pihak ketiga (DPK) Bukopin juga naik dari Rp76,15 triliun menjadi Rp80,81 triliun.
Berbicara kinerja perusahaan terbuka, tidak lengkap jika tak melihat pergerakkan sahamnya. Begitu juga dengan Bukopin.
Dalam 5 tahun terakhir hingga 10 Juni 2020, saham BBKP sudah turun 77,85% dari posisi 1 Januari 2015 di level Rp745 menjadi Rp165 per lembar. Saat ini, saham BBKP punya kapitalisasi pasar Rp1,96 triliun.
Adapun pada perdagangan hari ini, Kamis, 11 Juni 2020, saham BBKP dalam posisi menguat 3,64% ke level Rp171 per lembar. Sepanjang hari, saham BBKP bergerak pada kisaran Rp162 hingga Rp179 per lembar. (SKO)