Negara Berpotensi Rugi Rp5,76 T karena Banjir Rokok Ilegal
- Direktur PPKE FEB UB, Prof. Candra Fajri Ananda, menyatakan bahwa kenaikan tarif cukai yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat hanya akan meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Nasional
JAKARTA - Kajian terbaru dari Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) menunjukkan, setiap kali tarif cukai dinaikkan, persentase peredaran rokok ilegal mengalami peningkatan yang signifikan.
Hal ini berdampak pada berkurangnya potensi penerimaan negara hingga Rp5,76 triliun per tahun. Sementara itu, tujuan utama dari kenaikan tarif cukai adalah untuk mengurangi konsumsi rokok, namun kenyataannya mayoritas konsumen lebih memilih alternatif rokok ilegal yang lebih murah dibandingkan berhenti merokok.
Direktur PPKE FEB UB, Prof. Candra Fajri Ananda, menyatakan bahwa kenaikan tarif cukai yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat hanya akan meningkatkan peredaran rokok ilegal.
"Kenaikan tarif cukai tanpa memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan konsumsi rokok ilegal," ujar Prof. Candra melalui keterangan tertulis, dikutip Kamis, 7 November 2024.
- Biaya Pembatalan Proyek CBD Ciledug Wijaya Karya Capai Rp258,62 Miliar
- AXA Mandiri Janjikan Keamanan Dana di Asuransi Dwiguna, Apa Bedanya dengan Unitlink?
- Diresmikan Besok, Simak Fakta Berdirinya Superholding Danantara
Tantangan dan Upaya Penindakan Rokok Ilegal
Merespons permasalahan ini, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Eko Harjanto, menekankan pentingnya penegakan hukum yang kuat untuk memberantas rokok ilegal hingga ke akar-akarnya.
"Jika tidak ada penindakan yang serius, peredaran rokok ilegal akan terus meningkat," ujarnya. Eko menambahkan, Bea Cukai tidak bisa bekerja sendirian dalam memberantas rokok ilegal. Aparat penegak hukum lainnya perlu ikut serta dalam upaya ini agar efektif.
Koordinator Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Feryando Agung Santoso, turut menggarisbawahi dampak dari penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menurutnya, salah satu konsekuensi dari PP ini adalah semakin maraknya peredaran rokok ilegal. "Industri hasil tembakau perlu tetap dilindungi, karena banyak tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini, termasuk keluarganya," kata Feryando.
Upaya Kementerian Perindustrian dan Pengawasan Mesin Produksi
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian melalui perwakilannya, Nugraha Prasetya Yogi, menjelaskan bahwa tarif rokok yang tinggi mendorong konsumen beralih ke jenis rokok lain, termasuk yang ilegal.
Untuk menekan peredaran rokok ilegal, Kemenperin saat ini sedang merevisi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 72 guna meningkatkan akurasi pemantauan lokasi mesin produksi rokok dengan koordinat yang lebih akurat.
"Kami berharap regulasi ini dapat membatasi produksi rokok ilegal yang sulit diawasi karena melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Tantangan Bea Cukai dalam Penerimaan Cukai
Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, mengakui bahwa rokok ilegal menjadi tantangan utama dalam penerimaan cukai yang optimal.
- Petani Sukabumi Alih Profesi Jadi Konten Kreator, Program Pemerintah Gagal?
- Bank Mandiri Perkuat Komitmen Layanan Inklusif untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
- Robohnya Mahkamah Kami
Ia menjelaskan bahwa selisih harga yang tinggi antara rokok legal dan ilegal mendorong konsumen beralih ke rokok ilegal. Untuk mengatasi hal ini, sinergi antara Bea Cukai dan lembaga penegak hukum, seperti kepolisian dan kementerian terkait, harus ditingkatkan.
Bea Cukai juga telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk memantau dan menindak peredaran rokok ilegal di platform online. "Kerja sama ini perlu dilengkapi dengan kesadaran kolektif semua pihak agar pemberantasan rokok ilegal dapat berjalan efektif dan berkelanjutan," kata Nirwala.
Fenomena Downtrading dan Dampaknya pada Ekonomi
Andreas Eddy Susetyo, anggota Komisi XI DPR RI, turut memberikan tanggapan positif atas kajian PPKE FEB UB tersebut. Menurutnya, fenomena downtrading atau peralihan konsumen ke produk dengan harga lebih rendah akibat kenaikan tarif cukai, perlu menjadi perhatian bagi pemerintah.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan harga jual eceran (HJE) tembakau harus dipertimbangkan secara matang agar tidak memperparah fenomena downtrading.
"Kami berharap kajian ini bisa menjadi masukan dalam rencana kenaikan HJE tembakau, mengingat dampaknya yang tidak hanya pada sektor ekonomi, tetapi juga terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN)," ujar Andreas.