Industri

Negara G-20 Ambil Langkah Ekstrem Tangkal Resesi Akibat Covid-19

  • Negara-negara anggota G-20 mengambil langkah-langkah ekstrem untuk mengamankan perekonomian masyarakat dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19).

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

Negara-negara anggota G-20 mengambil langkah-langkah ekstrem untuk mengamankan perekonomian masyarakat dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan semua negara melakukan tindakan-tindakan yang tidak konvensional dan menggunakan seluruh instrumen serta sumber pembiayaan untuk menjaga keamanan masyarakatnya.

“Jadi, masalah kesehatan adalah prioritas sama seperti di Indonesia,” tegasnya pada media briefing secara daring, Selasa 24 Maret 2020.

Dalam mengambil kebijakan stimulus, dia membuka semua opsi baik fiskal maupun moneter untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia.

“Dalam pertemuan virtual negara-negara G-20, semua sepakat mengatakan bahwa outlook ekonomi dunia negatif,” terangnya.

Dari sisi moneter, semua negara melakukan relaksasi, dalam bentuk penurunan suku bunga, peningkatan likuiditas, dan tindakan-tindakan dalam rangka mendukung sektor keuangan.

Sementara dari sisi fiskal, semua negara melakukan ekspansi fiskal yang luar biasa dalam counter cyclical atau kontra siklus dalam menangani masalah kesehatan, keamanan di dalam menciptakan social safety net (SSN).

“Serta melindungi dunia usaha yang terancam kebangkrutan secara cukup masif,” paparnya.

Australia

Sri Mulyani menjelaskan bahwa Australia sudah mengajukan ke parlemen untuk dapat memberikan stimulus sebesar 109 miliar dolar Australia atau senilai 10% dari Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP).

“Australia adalah negara terakhir yang bicara, karena Menkeu Australia, Josh Frydenberg sedang melakukan pertemuan parlemen untuk persetujuan paket 189 miliar dolar Australia, yang akan disebarkan dalam bentuk dukungan kepada mereka yang mengalami dampak langsung dari Covid-19,” jelas Sri Mulyani.

Amerika Serikat

“Amerika Serikat (AS), saat ini masih dibahas, karena Sekretariat Negaranya belum menyetujuinya,” kata Menkeu.

Namun, pada dasarnya, AS sepakat untuk menaikkan counter cyclical melalui fiskal yang mencapai lebih dari US$1 triliun.

Stimulus itu, dinilai sebagai stimulus paket besar yang juga sekaligus untuk memberikan dukungan likuiditas dalam rangka membantu perekonomian dan keuangan.

“Fokusnya ke para pekerja, terutama di UMKM. Mereka berikan banyak measures yang sama sekali tidak biasa. Seperti berikan dua bulan pendapatan dalam bentuk loan dan liquidity support ke sektor keuangan termasuk dunia usaha,” jelas Sri Mulyani.

China

China yang merupakan sebagai salah satu negara yang terpapar ekonominya karena corona. Juga akan melakukan kontra siklus yang besar dari sisi ekonomi. China akan menggelontorkan stimulus sebesar US$17,2 miliar.

China juga akan meningkatkan kapasitas dari sektor produksi dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan membangun kebutuhan-kebutuhan, terutama alat kesehatan.

“China pun dalam situasi sekarang udah agak recover, fokus normalisir sektor produksinya karena berbagai permintaan termasuk ke alat kesehatan,” ujar Menkeu.

“Itu jadi meningkat luar biasa di dunia seperti alat perlindungan diri (APD), masker, dan penyanitasi tangan itu seluruh dunia permintaan melonjak dan banyak negara maju tidak lagi punya pabrik pembuatan,” jelas Sri Mulyani.

Italia

Italia yang juga merupakan negara terparah setelah China, karena terdapat 5.000 lebih warganya meninggal karena corona, mengalami resesi. Italia akan melakukan penghitungan anggaran fiskalnya, senilai US$27 miliar.

“Resesi yang sifatnya signifikan bahkan kemungkinan negatif sampai lebih dari dobel digit. Resesinya dalam sekali,” tutur Sri Mulyani.

Italia saat ini, lanjut Sri Mulyani, sedang melakukan konsolidasi dalam rangka memperbaiki respons dari sisi kesehatan, dan ekonominya.

Stimulus fiskal yang digelontorkan itu untuk memberikan jaminan kepada masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pelonggaran kredit untuk bisa mengembalikan sektor produksinya.

Inggris

Sri Mulyani menjelaskan, bahwa Inggris akan menggelontorkan stimulus, yang setara dengan 4% terhadap GDP. Termasuk untuk memberikan cash grant (hibah tunai), tax relief (keringanan pajak), dan subsidi kepada mereka yang mengalami PHK dan upah kepada mereka yang mengalami pengurangan kerja.

Uni Eropa

Uni Eropa, kata Sri Mulyani akan memberikan stimulus berupa tax expenditure 1% dari GDP dan 10% dalam bentuk dukungan likuiditas. Stimulus yang digelontorkan sebesar US$100,84 miliar.

“Menurut Europe Central Bank, kalau Eropa lockdown, setiap 4 minggu lockdown , maka growth turun 2%. Maka sudah pasti resesi,” jelas Sri Mulyani

Kanada

Kanada, berdasarkan keterangan Sri Mulyani akan mengeluarkan 3,6% dari GDP untuk mendukung pekerja dan sektor dunia usaha. Dengan menggelontorkan anggaran sebesar US$63,9 miliar.

“Dengan tambahan US$500 miliar dalam rangka memberikan jaminan ke sektor perbankan, agar masuk ke dalam credit line [sektor pinjaman],” jelasnya.

Perancis

Perancis menggelontorkan stimulus sebesar 45 miliar euro untuk pengeluaran atau belanja negara, dan sebesar 300 miliar euro sebagai jaminan kepada masyarakat.

“Perancis support 2% GDP fiskal, plus 10% untuk guarantee ke perusahaan, termasuk swasta,” jelas Sri Mulyani.

Jerman

Jerman menaikkan anggaran belanja negaranya sebesar 40%, untuk stabilisasi dan paket dalam rangka stabilisasi dalam bentuk 100 miliar euro dan 400 miliar euro dalam bentuk instrumen utang untuk mendukung sektor usaha.

Meski tidak dijelaskan dalam video conference, Sri Mulyani juga merinci nilai stimulus yang digelontorkan oleh Rusia, Turki, Singapura dan Korea Selatan dalam bentuk grafis.

Besaran stimulus yang akan digelontorkan oleh Rusia sebesar US$15,5 miliar atau 1% terhadap GDP. Sementara Turki akan menggelontorkan stimulus senilai US$15,4 miliar, Singapura US$4,4 miliar, dan Korea Selatan senilai US$66 miliar. (SKO)