Negara Maju Getol Sumbang Dana Pandemi di Pertemuan G20, Ternyata Ini Alasannya
- Dana pandemi sebesar US$1,4 miliar setara Rp21,8 triliun (kurs Rp15.604 perdolar AS) berhasil terkumpul saat pertemuan G20 di Bali belum lama ini. Sejumlah negara anggota G20, non anggota G20 dan lembaga filantropi internasional berpartisipasi dalam penggalangan dana ini.
Pasar Modal
JAKARTA - Dana pandemi sebesar US$1,4 miliar setara Rp21,8 triliun (kurs Rp15.604 perdolar AS) berhasil terkumpul saat pertemuan G20 di Bali belum lama ini. Sejumlah negara anggota G20, non anggota G20 dan lembaga filantropi internasional berpartisipasi dalam penggalangan dana ini.
Negara maju lainnya seperti Australia, Prancis dan Arab Saudi juga dikabarkan segera bergabung menjadi donator dalam dana yang ditargetkan mencapai US31,3 miliar setara Rp485,3 triliun ini.
Dalam usulannya, G20 High Level Independent Panel merekomendasikan agar negara maju menggalang dana pandemi yang akan disimpan di Bank Dunia, untuk nantinya diakses oleh negara berkembang untuk pemulihan akibat dampak pandemi. Salah satu contoh negara yang bisa mengakses dana ini adalah Indonesia dan Rwanda.
- Liverpool FC Dilirik Konglomerat India Mukesh Ambani, Berapa Kekayaanya?
- INA Gandeng CATL dan CMBI Sepakati Green Fund Kendaraan Listrik Senilai Rp31,1 Triliun
- SKK Migas Kejar 1 Juta Barel, Target Investasi Capai Rp2,4 Kuadriliun
Dana ini memiliki semangat awal sebagai mitigasi terhadap risiko ketidakstabilan atau resesi sistem keuangan dan ekonomi global yang dipicu oleh pandemi. Namun sudahkah tepat langkah yang digagas oleh negara-negara anggota G20 ini?
Head of Center of Innovation adn Digital Economy, Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan menilai dana ini bisa menjadi alternatif pendanaan yang menarik guna mengatasi pandemi dan bisa efektif. Asalkan, penggunaannya tepat sasaran.
Ditambahkan, sudah sewajarnya banyak negara maju yang menjadi donatur lantaran dana ini memang diperuntukan bagi negara berkembang agar pendanaan masalah kesehatan mereka bisa terbantu.
Mengingat, banyak negara maju yang juga bergantung kepada negara berkembang sebagaik pangsa pasar produk mereka. Jika negara berkembang sedang tidak baik-baik saja dan kesulitan dana dalam mengatasi permasalahan pandemi misalnya, perekonomian negara maju akan turut terimbas.
“AS dan Cina ya harus mikir kalo tidak ada permintaan dari negara seperti Indonesia, produk mereka mau dijual kemana lagi? Juga apabila omoditas negara berkembang berkurang, pabrik besar di Cina mau ambil dari mana? Jadi saya rasa negara maju juga perlu memikirikan hal tersebut,” tambah Nailul.
Menurut Nailul, hanya soal waktu sampai nantinya target dana pandemi sebesar US$31,3 miliar tercapai. Pasalnya negara maju yang memiliki kepentingan ekonomi akan segera bergabung menjadi donatur.
"Seharusnya negara maju menyumbang banyak mengingat ya negara berkembang ini pangsa pasar produk mereka dan menjadi sumber produksi. Negara maju mengandalkan sumber dari negara berkembang,"kata Nailul.
Sebelumnya sejumlah negara maju tercatat menyumbang dana pandemi. Australia misalnya, menyumbang US$50 juta setara Rp773,6 miliar. Dana ini nantinya akan digunakan untuk meningkatkan pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi di masa depan. Hal ini dilakukan setelah dunia belajar menangani pandemi Covid-19 selama hampir tiga tahun terakhir.