Ilustrasi pembiayaan hijau.
Perbankan

Net Zero Emission di Asia Butuh Rp26,5 Kuadriliun, Industri Jasa Keuangan jadi Tumpuan

  • Biaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan transisi ini sangat besar dan seringkali dianggap sebagai hal yang terpisah dari proses produksi dan konsumsi.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Pendanaan merupakan salah satu tantangan utama dalam perjalanan menuju nol karbon atau net zero emission menurut pendapat Peneliti Ekonomi Lingkungan dan Pendiri Think Policy Andhyta Firselly Utami. 

Dikatakan oleh Andhyta, biaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan transisi ini sangat besar dan seringkali dianggap sebagai hal yang terpisah dari proses produksi dan konsumsi.

Sebagai contoh, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan bahwa investasi di negara berkembang di Asia membutuhkan dana sebesar US$1,7 triliun atau setara dengan Rp26,5 kuadriliun (asumsi kurs Rp15.593 per-dolar Amerika Serikat) untuk mengembangkan infrastruktur transisi nol karbon hingga tahun 2030.

Sumber dana ini harus ditemukan dengan cara yang tidak mengalihkan pendanaan dari sektor-sektor penting seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, sehingga masyarakat tidak merasakan dampak negatifnya.

Peran Sektor Jasa Keuangan

Inilah sebabnya mengapa sektor jasa keuangan memiliki peran krusial dalam mendukung transisi ini, dan bank-bank memiliki kesempatan untuk menyokongnya dengan pembiayaan yang tepat.

Di pasar Asia, di mana lebih dari 50% energi masih berasal dari batu bara, penting untuk memastikan bahwa transisi menuju energi bersih berlangsung secara adil dan inklusif. 

Hal ini melibatkan pertimbangan mendalam terhadap aspek ekonomi dan sosial dari transisi, yang harus disesuaikan dengan situasi lokal dan kebutuhan pembangunan.

Indonesia memiliki potensi besar untuk memainkan peran utama dalam pembiayaan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara. Dengan komitmen bersama, kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan sosial dan lingkungan.

"Pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memberdayakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka," kata Andhyta dalam acara Ngobrol Santai Bareng Pakar tentang Keuangan Berkelanjutan Bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Berorientasi Pada Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola di Jakarta, Selasa, 7 November 2023.

Andhyta mengatakan, dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang pembiayaan berkelanjutan dan peran lembaga perbankan, serta dengan kerja sama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melindungi lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial. 

Disampaikan oleh Andhyta, peran perbankan dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan di Indonesia sangatlah penting. Mereka bukan hanya sebagai penyedia dana, melainkan juga sebagai katalisator perubahan dalam mendorong praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Perbankan memiliki peran strategis dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang beretika. 

Peran mereka dalam pembiayaan berkelanjutan bertujuan untuk menciptakan dampak positif yang meluas di seluruh sektor ekonomi.

Saat ini, Indonesia sedang gencar berupaya menuju pembiayaan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai inisiatif dari pemerintah dan sektor swasta. 

Beberapa lembaga keuangan telah mulai mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan, termasuk meluncurkan green bonds untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan. 

Namun, salah satu tantangan utama adalah memperluas praktik keuangan berkelanjutan di luar proyek-proyek besar yang memiliki dampak langsung, seperti energi terbarukan. Salah satu tantangan signifikan adalah meningkatkan inklusi keuangan berkelanjutan, terutama di daerah pedesaan.