<p>Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Nilai Kurs Rupiah Dibuka Melemah, Diperkirakan Bisa Tembus Rp15.650 per Dolar AS

  • Menurut data perdagangan Bloomberg, Selasa, 1 November 2022, nilai kurs rupiah dibuka melemah 15 poin di level Rp15.569 perdolar AS.
Pasar Modal
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Nilai kurs rupiah dibuka melemah dan diperkirakan bisa menembus level Rp15.650 perdolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini.

Menurut data perdagangan Bloomberg, Selasa, 1 November 2022, nilai kurs rupiah dibuka melemah 15 poin di level Rp15.569 perdolar AS.

Pada perdagangan sebelumnya, Senin, 31 Oktober 2022, nilai kurs rupiah ditutup melemah 43 poin di level Rp15.554 perdolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi nilai kurs rupiah hari ini bisa menembus kisaran Rp15.570-Rp15.650 perdolar AS.

Ia memaparkan, dalam rangka menghadapi inflasi yang terjadi karena pemulihan pascapandemi, bank-bank sentral di seluruh dunia perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase agar sesuai dengan target Bank Dunia.

"Ketika peningkatan ini disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global akan melambat menjadi 0,5% pada 2023, kontraksi 0,4% dalam istilah perkapita yang akan memenuhi definisi teknis dari resesi global," tutur Ibrahim dikutip dari riset harian, Selasa, 1 November 2022.

Bank Indonesia (BI) melakukan survei dan berasumsi bahwa inflasi Oktober 2022 akan mencapai 5,8% secara tahunan. Inflasi ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan September 2022 di posisi 5,95% secara tahunan.

Sementara itu, inflasi secara bulanan diperkirakan akan mencapai 0,05% yang disumbang oleh kenaikan harga bensin sebesar 0,06% dan tarif angkutan kota sebesar 0,04%.

BI sudah menerima mandat untuk menjaga laju inflasi dan akan mencoba mengendalikannya sesuai dengan akar permasalahan yang ada di lapangan.

Ibrahim pun menilai bahwa kenaikan suku bunga acuan menjadi 4,75% disebabkan oleh BI yang melihat adanya potensi kenaikan permintaan masyarakat. Kenaikan suku bunga ini pun banyak diperbincangkan oleh para ekonom karena peningkatannya yang agresif.

"Namun, kenaikan suku bunga ini sudah sesuai dengan ukuran dan bukan diterapkan untuk mengatasi inflasi yang seharusnya tidak dibatasi dengan kenaikan suku bunga. Apa yang dilakukan BI semata-mata untuk memastikan perekonomian akan tetap tumbuh di angka yang menjanjikan," pungkas Ibrahim.