<p>Karyawan menunjukkan uang Dolar Amerika Serikat (AS) di salah satu Bank BUMN di Jakarta, Selasa 2 Juni 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Nilai Kurs Rupiah Melemah Dipicu Inflasi AS

  • Meskipun nilai kurs rupiah dibuka menguat, namun diperkirakan melemah lagi pada perdagangan hari ini.

Pasar Modal

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Nilai kurs rupiah diperkirakan akan bergerak melemah lagi karena didorong oleh fase "durian runtuh" ekspor komoditas yang akan berakhir dan tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2022 yang posisinya berada di atas perkiraan ekonom.

Menurut data perdagangan Bloomberg, Rabu, 14 September 2022, nilai kurs rupiah ditutup melemah 56 poin di level Rp14.907,5 perdolar Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, pada perdagangan hari ini, yakni Kamis, 15 September 2022, nilai kurs rupiah dibuka menguat 2,5 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp14.910 perdolar AS.

Meskipun nilai kurs rupiah dibuka menguat, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan akan melemah lagi pada perdagangan hari ini.

Faktor yang melatarbelakangi prediksi itu di antaranya tingkat inflasi AS yang masih tinggi meskipun angkanya mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

Departemen Ketenagakerjaan AS baru saja merilis data inflasi konsumen yang berada di posisi 8,3% secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada Agustus 2022 sementara pada bulan sebelumnya, inflasi berada di level 8,5% yoy. Angka tersebut berada di atas perkiraan ekonom di level 8,1%.

Posisi inflasi yang masih terbilang tinggi itu pun memperkuat potensi bank sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) pada bulan ini.

"Pasar telah memperkirakan kemungkinan besar bahwa Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin minggu depan, tetapi kemungkinan kenaikan suku bunga penuh 1% juga sekarang sedang dipertimbangkan," ujar Ibrahim dikutip dari riset harian, Kamis, 15 Agustus 2022.

Sentimen dalam Negeri

Sementara ekspetasi kenaikan suku bunga The Fed dapat mendorong penguatan dolar AS, sentimen dalam negeri pun dinilai Ibrahim turut berpengaruh pada nilai kurs rupiah.

Sentimen itu berkaitan dengan tantangan untuk mencapai target produk domestik bruto (PDB) nominal pada 2023 yang naik dari proyeksi awal.

Berdasarkan kesepatakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah menetapkan target PDB nominal dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2023 senilai Rp21,03 kuadriliun. 

Jumlah itu naik dari target semula di angka Rp20,98 kuadriliun, dan Target PDB nominal 2023 itu pun naik dari estimasi realisasi tahun 2022 di kisaran Rp18 kuadriliun.  

"Estimasi PDB nominal 2023 memang sejalan dengan asumsi makro dalam rancangan APBN tahun depan. Namun, tantangannya ada pada bagaimana mencapai berbagai asumsi makro tersebut sehingga target PDB bisa terpenuhi," ungkap Ibrahim.

Sementara itu, Ibrahim menilai berbagai kebijakan yang ada saat ini cenderung kontraktif sehingga akan menjadi tantangan dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi tahun depan.

Salah satu kebijakan yang kontraktif itu di antaranya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang akan mendongkrak tingkat inflasi dalam negeri.

"Jadi, faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan menjadi 5,3% pada 2023 itu menjadi semakin susah, apalagi ditambah pertimbangan dukungan fiskal 2023 semakin kontraktif lagi karena ingin mencapai defisit APBN di bawah 3%. Memang ini kalau dilihat dari kemungkinan tercapainya, pemerintah terlalu optimis," tutur Ibrahim.

Menurut Ibrahim, untuk perdagangan hari ini, nilai kurs rupiah diperkirakan akan bergerak melemah di rentang Rp14.890 - Rp14.930 perdolar AS.