Ilustrasi bank digital di Indonesia. Infografis: Deva Satria/TrenAsia
Finansial

NIM Bank Digital Kalahkan Konvensional, Pengamat: Tapi Untungnya Masih Kecil

  • NIM perbankan digital bisa melampaui bank konvensional karena sasaran nasabah dengan tingkat risiko yang berbeda.

Finansial

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Senior Economist Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengungkapkan bahwa walaupun marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank digital kalahkan segmen konvensional, namun untung yang diraup masih kecil.

Dikatakan oleh Aviliani, NIM perbankan digital bisa melampaui bank konvensional karena sasaran nasabah dengan tingkat risiko yang berbeda.

Bank digital pada umumnya menyasar nasabah-nasabah yang unbankable sehingga risikonya cenderung lebih tinggi dan berdampak kepada suku bunga yang ditetapkan.

"Karena dia (bank digital) kan kebanyakannya (nasabah) yang non-bankabale, jadi risikonya tinggi di mana risiko yang tinggi itu harus di-cover dalam premium risk. Nah, premium risk itu tercermin pada suku bunga," ujar Aviliani saat ditemui seusai acara UOB Media Literacy di Jakarta.  

Aviliani pun menambahkan, walaupun NIM bank digital lebih besar pada hitungan akhir Juni 2023, namun keuntungan yang diraup masih terbilang kecil, apalagi saat ini perbankan digital masih gencar-gencarnya membakar uang dalam rangka promosi.

Ditambah lagi, bank digital lebih menargetkan generasi milenial dan kelas menengah ke bawah yang asumsinya belum memiliki simpanan uang dalam jumlah besar.

Persaingan bank digital yang cukup ketat pun bisa menjadi tantangan untuk ke depannya bagi bagi segmen perbankan ini dalam mencetak laba.

"Kalau sekarang kan masih bakar duit, walaupun NIM-nya tinggi, tapi untungnya berapa? Kecil-kecil. Paling untung Rp30 miliar, Rp50 miliar. Tidak ada yang untungnya sampai Rp1 triliun," papar Aviliani.

Menurut Aviliani, walaupun NIM bank digital sekarang terbilang besar, ke depannya persaingan yang ketat dan berakhirnya era bakar uang bisa berdampak kepada NIM yang mengalami downtrend.

Bahkan, dikatakan pula olehnya, belum tentu bank-bank digital yang ada saat ini bisa bertahan hingga sekitar 3-4 tahun lagi.

"Mungkin sekitar 3-4 tahun lagi baru kelihatan siapa bank digital yang bisa survive," papar Aviliani.

Sebagai informasi,  per-akhir Juni 2023, sejumlah bank digital berhasil mengalahkan bank konvensional dari segi pencatatan NIM.

PT Bank SeaBank Indonesia tercatat sebagai bank digital dengan NIM tertinggi, yang mana marjinnya mencapai 19,02%. Sementara itu, PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) mencatat NIM 17,33%, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) 16,5%, PT Bank Jago Tbk (ARTO) 10,46%, dan PT Allo Bank Tbk (BBHI) 8,52%.

Di sisi bank konvensional, bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja mencatat NIM yang tidak setinggi perbankan digital.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mencatat NIM 7,82% pada kuartal pertama 2023, sedangkan pada semester I- 2023 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mencatat NIM di angka 4,58%.

Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencetak NIM 5,3% pada akhir Juni 2023 sementara PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) mencatat NIM 3,62%.