Pecalang mengawasi kawasan wisata dan pertokoan dalam perayaan Nyepi di Bali beberapa waktu lalu.
Gaya Hidup

Nyepi dan Peningkatan Kualitas Lingkungan

  • Sejumlah riset menemukan perayaan Nyepi di Bali memberikan efek luar biasa bagi bumi.

Gaya Hidup

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Hari Raya Nyepi tak sekadar bermakna mendalam bagi umat Hindu. Dampak Nyepi juga dapat dirasakan masyarakat luas. Hal ini karena Nyepi mendorong kelestarian alam dan lingkungan hidup lewat Catur Brata Penyepian.

Selama perayaan Nyepi, umat Hindu memiliki empat pantangan yang wajib dipatuhi yakni amati geni (tidak boleh menghidupkan api, lampu, dan semacamnya), amati karya (tidak boleh bekerja), amati lelungan (tidak boleh bepergian), dan amati lelanguan (tidak boleh bersenang-senang).

Di Bali, pelaksanaan Catur Brata membuat pulau yang sebelumnya penuh hiruk pikuk menjadi tenang dan damai. Nyepi membuat perkantoran hingga layanan publik seperti bandara tutup. Hotel dan perusahaan wisata hanya boleh menyalakan lampu dalam kapasitas terbatas. Bali bahkan menjadi seperti pulau tanpa penghuni karena listrik pun mati di malam hari. 

Sejumlah riset menemukan perayaan Nyepi di Bali memberikan efek luar biasa bagi bumi. Dalam sehari, sekitar empat miliar atau 290 megawatt energi listrik dihemat. Angka itu setara 60% penggunaan normal. Saat Nyepi, emisi gas rumah kaca juga berkurang hingga 33% dari 427 bagian per juta yang normal menjadi 375 ppm atau 20.000 ton.

Hal ini karena sehari penuh lingkungan benar-benar tidak terkontaminasi zat kimia berbahaya yang memicu polusi udara. Absennya kegiatan selama sehari juga berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar. Sekitar 1 juta liter bahan bakar dapat dihemat selama sehari perayaan Nyepi. 

Jurnal IOP Science yang dipublikasikan pada 2022 menyatakan terjadi penghematan penggunaan listrik, pengurangan emisi gas karbondioksida, penghematan bahan bakar bahan bakar, hingga peningkatan kualitas udara akibat berhentinya seluruh aktivitas transportasi manusia selama hari besar umat Hindu tersebut.

Tesis berjudul “Nyepi dan Awig-awig dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan (Studi Kasus di Desa Adat Tenganan Pageringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali)” yang disusun I G A N Oka Kamasan di Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro (2003) membeberkan manfaat Nyepi bagi lingkungan.

Dikutip dari jurnal Universitas Diponegoro, pemahaman tentang ajaran agama (contohnya nilai moral Hari Raya Nyepi) dan aturan serta sanksi sosial (contohnya awig-awig) adalah salah satu cara pada instrumen suasif dalam sistem pengelolaan lingkungan. “Cara tersebut menumbuhkan kesadaran dan kewajiban secara moral, yang dalam jangka panjang bisa menjadi perilaku yang membudaya,” jelas Oka.