Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

OJK Cabut Izin Usaha Tanifund, Bagaimana Nasib iGrow dan Investree?

  • Dengan pencabutan ini, bagaimana nasib fintech lending bermasalah lainnya seperti iGrow dan Investree? Apakah mereka berpotensi menyusul TaniFund?
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) pada 3 Mei 2024 melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024. 

Langkah ini diambil untuk memastikan industri Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) tetap sehat dan terpercaya. Dengan pencabutan ini, bagaimana nasib fintech lending bermasalah lainnya seperti iGrow dan Investree? Apakah mereka berpotensi menyusul TaniFund?

OJK terus melakukan pengawasan ketat terhadap penyelenggara fintech lending lainnya, termasuk iGrow dan Investree. Menurut Agusman, Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya (PVML) OJK, pihaknya melakukan pemantauan terhadap pemenuhan komitmen pengurus atas rencana tindak (action plan) yang telah disampaikan. 

Jika penyelenggara tidak memenuhi komitmen hingga batas waktu yang disepakati, OJK dapat memberikan sanksi administratif seperti peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

“Secara umum OJK terus melakukan langkah-langkah pengawasan (supervisory action) termasuk pemantauan terhadap pemenuhan komitmen pengurus atas rencana tindak (action plan) yang telah disampaikan oleh Penyelenggara kepada OJK termasuk iGrow dan Investree,” kata Agusman melalui jawaban tertulis, Selasa, 14 Mei 2024.

Dalam kasus TaniFund, OJK menemukan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana umum. Berdasarkan pemeriksaan dan pendalaman, OJK telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. 

Unsur pidana yang dilaporkan melibatkan pelanggaran terhadap ketentuan ekuitas minimum dan ketidakpatuhan terhadap rekomendasi pengawasan OJK.

Pencabutan izin usaha TaniFund dilakukan setelah hampir dua tahun pengawasan intensif dan pemberian sanksi administratif bertahap. Beberapa pertimbangan utama OJK antara lain:

  1. Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Ekuitas Minimum: TaniFund tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum yang diwajibkan oleh OJK.
  2. Tidak Melaksanakan Rekomendasi Pengawasan: TaniFund tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan yang diberikan oleh OJK, meskipun sudah diberikan peringatan tertulis secara berkala sebanyak tiga kali dengan masa berlaku masing-masing paling lama dua bulan dan pembatasan kegiatan usaha paling lama enam bulan.
  3. Langkah-langkah Supervisory Action: OJK telah melakukan langkah-langkah pengawasan, memberikan sanksi administratif secara bertahap, serta melakukan komunikasi intensif dengan pengurus dan pemegang saham TaniFund. Namun, pengurus dan pemegang saham tidak dapat menyelesaikan permasalahan hingga batas waktu yang ditentukan.

Berdasarkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang LPBBTI, OJK dapat mengenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis secara berkala paling banyak tiga kali, dengan masa berlaku masing-masing paling lama dua bulan, dan pembatasan kegiatan usaha paling lama enam bulan sebelum akhirnya dilakukan pencabutan izin usaha. 

Proses pengenaan sanksi ini juga melibatkan permintaan kepada penyelenggara untuk menyampaikan action plan sebagai upaya pengawasan terhadap kelangsungan operasional penyelenggara.

Dengan demikian, setelah TaniFund dihapus izin usahanya oleh OJK, saat ini iGrow dan Investree pun tengah dipantau ketat oleh OJK. Apabila OJK menemukan adanya tindakan pelanggaran, maka keduanya bisa dicabut usahanya pula oleh OJK layaknya TaniFund.

Kasus iGrow

Awalnya, iGrow digugat oleh 40 pemberi pinjaman (lender) yang mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp503,18 miliar. Para lender mengajukan tuntutan kerugian imateril senilai Rp 500 miliar yang mencakup hilangnya manfaat marjin, serta kerugian waktu, tenaga, pikiran, dan tekanan psikologis.

Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan beberapa faktor penyebab kredit macet di iGrow. Kredit macet disebabkan oleh hasil produksi penerima pinjaman (borrower) yang tidak mencapai target yang diestimasikan. 

Selain itu, kredit macet juga dipicu oleh gagal panen pada beberapa proyek yang didanai, serta keterlambatan pembayaran dari penerima dana.

Kasus Investree

Fintech peer to peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya menerima lontaran gugatan hukum, yang turut melibatkan mantan CEO Investree, Adrian Gunadi, dalam kasus gagal bayar. 

Ada enam gugatan yang diajukan oleh para pemberi pinjaman terhadap Investree, dengan total kerugian yang dialami oleh 59 pemberi pinjaman mencapai Rp9,71 miliar.

Jika kita melihat ke belakang, gugatan pertama muncul pada akhir tahun sebelumnyayang melibatkan sembilan pemberi pinjaman dengan kerugian sebesar Rp1,08 miliar. 

Gugatan kedua diajukan pada 11 Januari 2024 oleh 16 pemberi pinjaman dengan kerugian Rp1 miliar.  Kemudian, gugatan ketiga didaftarkan pada 31 Januari 2024, melibatkan sembilan pemberi pinjaman dengan kerugian Rp2,25 miliar. 

Gugatan keempat dengan nomor perkara  didaftarkan pada 26 Februari 2024, dengan 11 pemberi pinjaman sebagai pihak penggugat dan kerugian mencapai Rp1,98 miliar. 

Kemudian, gugatan kelima dengan nomor perkara 301/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL, didaftarkan pada 26 Maret 2024, melibatkan 13 pemberi pinjaman dengan kerugian Rp2 miliar. Keenam, gugatan didaftarkan pada 16 April 2024 dan melibatkan jumlah klaim sebesar Rp 1,4 miliar.