<p>Ilustrasi skor kredit di pinjaman online fintech P2P Lending / Shutterstock</p>

OJK Didesak Rilis Regulasi untuk Fintech

  • Kehadiran financial technology (fintech) di sektor keuangan menunjukkan perkembangan yang pesat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun didorong untuk mengeluarkan regulasi yang lebih detail untuk mengatur industri ini.

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Kehadiran financial technology (fintech) di sektor keuangan menunjukkan perkembangan yang pesat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun didorong untuk mengeluarkan regulasi yang lebih detail untuk mengatur industri ini.

“Perlu adanya regulasi dari OJK untuk fintech, misalnya aturan permodalan,” ujar Elba Damhuri, Jurnalis dari Harian Republika saat mengisi acara diskusi virtual “9 Tahun Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Menjaga Inklusi Jasa Keuangan Indonesia”, Kamis, 3 Desember 2020.

Menurutnya, meski pangsa pasar fintech belum begitu besar, tetapi persoalan di industri ini lebih banyak ketimbang perbankan. Seperti diketahui, sepanjang Oktober 2020 Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali memblokir 206 entitas fintech ilegal.

Pemblokiran tersebut dilakukan melalui peningkatan patroli siber (cyber patrol). Melalui temuan tersebut, penutupan akses fintech ilegal sejak 2018 bertambah mencapai 2.923 entitas.

Elba menambahkan, membangun ekosistem digital yang baik di Tanah Air mendesak untuk dilakukan.

“Ini penting karena ketika sebuah ekosistem terbangun, subekosistem lain juga ikut bergerak. Dengan demikian, akan terjadi supply dan demand yang tinggi dan menggerakkan ekonomi,” ungkapnya. Oleh karena itu, lanjutnya, tantangan terkait regulasi fintech ini mesti segera dikeluarkan oleh OJK.

Tengah Godok Regulasi

OJK pun mengaku akan mengeluarkan aturan baru terkait layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi. Salah satunya adalah batasan dana pemegang saham yang diberikan kepada entitas fintech lending.

Dikutip dari Rancangan Peraturan OJK (POJK), Selasa 1 Desember 2020, dinyatakan adanya pembatasan pemberian dana dari grup afiliasi sebesar 25% dari total pendanaan yang belum dilunasi atau outstanding tahunan saat melakukan pendanaan.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan aturan ini berlaku bagi pemegang saham atau afiliasi perusahaan fintech lending baik secara individu ataupun institusi.

Ia bilang, pihaknya juga masih mengkaji dan menerima masukan dari berbagai pihak dalam menggodok aturan ini. Nantinya, OJK tetap mempertimbangkan risiko, kondisi industri, dan perlindungan konsumen.

“Kami merekap masukan dari stakeholders dan membahasnya untuk mendapatkan peraturan yang tepat,” ujarnya kepada wartawan, Selasa 1 Desember 2020.

Industri jasa keuangan yang baru muncul beberapa tahun belakangan ini memang tengah menjadi perhatian OJK. Sebelumnya, otoritas juga berencana menaikkan syarat setoran minimal modal inti perusahaan fintech lending dari Rp2,5 miliar menjadi Rp15 miliar. (SKO)