Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae
Nasional

OJK: Hak Kekayaan Intelektual Boleh Jadi Jaminan Utang, Tapi...

  • Disampaikan oleh Dian, setidaknya ada lima tantangan yang dihadapi terkait dengan penggunaan hak kekayaan intelektual yang digunakan sebagai jaminan utang.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan bahwa tidak ada masalah apabila hak kekayaan intelektual (HAKI) dijadikan sebagai jaminan utang, namun ada beberapa tantangan yang dihadapi untuk mengimplementasikan hal tersebut.

Dian mengatakan, pihaknya mendukung secara penuh implementasi hak kekayaan intelektual sebagai salah satu objek jaminan utang dengan tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang baik di sektor jasa keuangan.

Dian juga menegaskan bahwa secara prinsip, tidak ada aturan di OJK yang melarang penggunaan hak kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang untuk perbankan dan perusahaan pembiayaan lainnya.

"Secara prinsip tidak terdapat larangan ketentuan OJK dalam menjadikan HAKI sebagai agunan kredit dan pembiayaan. Namun, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain valuasi terhadap nilai HAKI, baik oleh penilai independen yang memiliki sertifikasi terkait HAKI maupun penilai internal bank," ungkap Dian dalam webinar Prospek Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Utang, Kamis, 1 September 2022.

Disampaikan oleh Dian, setidaknya ada lima tantangan yang dihadapi terkait dengan penggunaan hak kekayaan intelektual yang digunakan sebagai jaminan utang, yakni sebagai berikut:

1. Bentuk Perikatan yang Dipersyaratkan Belum Diatur Secara Jelas

Saat ini, jenis hak kekayaan intelektual yang memiliki dasar perikatan yang jelas hanya hak cipta dan paten dalam bentuk ikatan secara fidusia sementara hak kekayaan intelektual lainnya belum diatus dasar hukum perikatannya.

Oleh karena itu, Dian mengatakan bahwa industri perbankan juga harus bisa memastikan hak kekayaan intelektual telah diikat secara sempurna atau bisa dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.

Untuk diketahui, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan sebuah objek yang registrasinya masih dalam kekuasaan pemilik.

Apabila hak kekayaan intelektual bisa dijadikan sebagai objek jaminan yang bersifat fidusia, bank atau lembaga pembiayaan lainnya dapat lebih mudah mengambil tindakan saat ada debitur yang bermasalah.

2. Belum Adanya Pedoman Penilaian Nilai Ekonomis Hak Kekayaan Intelektual

Saat ini, belum ada rumus baku yang dapat dijadikan dasar penilaian jaminan kredit untuk agunan dalam bentuk hak kekayaan intelektual.

Untuk bisa mengimplementasikan penggunaan hak kekayaan intelektual sebagai jaminan utang perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya, dibutuhkan pedoman yang sudah melalui proses pengkajian dari berbagai pihak yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual.

3. Belum Adanya Lembaga Penilai Khusus

Dalam rangka memberikan penilaian ekonomis terhadap hak kekayaan intelektual, dibutuhkan adanya lembaga penilai yang secara khusus menilai hak kekayaan intelektual sebagai acuan bagi perbankan dan lembaga pembiayaan dalam menyalurkan kredit.

4. Penetapan Tata Cara Eksekusi HAKI

Seperti yang disebutkan sebelumnya, bentuk perikatan hak kekayaan intelektual belum diatur secara jelas. Ketidakjelasan itu akan membuat perbankan dan lembaga pembiayaan kesulitan dalam mengeksekusi agunan saat ada debitur yang bermasalah.

Oleh karena itu, setelah hak kekayaan intelektual memiliki perikatan yang jelas, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah penetapan tata cara eksekusi agunan.

5. Pasar Sekunder yang Belum Tersedia

Saat perbankan atau lembaga pembiayaan melakukan eksekusi terhadap agunan karena pinjaman yang bermasalah, agunan itu dapat dijual untuk memperoleh pengembalian kredit yang telah disalurkan.

Namun, berhubung untuk saat ini belum ada pasar sekunder untuk hak kekayaan intelektual yang dijadikan agunan, bank atau lembaga pembiayaan akan kesulitan memperoleh pengembalian pinjaman.

OJK saat ini tengah menyiapkan kerangka regulasi hak kekayaan intelektual untuk mempercepat implmentasi penggunaan hak tersebut sebagai agunan utang.

Untuk pengembangan implementasi tersebut, OJK membutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya dengan membentuk instansi atau lembaga registrasi hak kekayaan intelektual.

"Dan yang tidak kalah penting, tentu saja dukungan dalam hal insentif program penjaminan maupun subsidi bunga dari pemerintah melalui piloting HAKI sebagai agunan. Dengan demikian, menciptakan kepercayaan dari sisi perbankan maupun perusahaan pembiayaan," kata Dian.