<p>Gojek dan Tokopedia secara resmi mengumumkan pembentukan Grup GoTo pada hari ini, Senin, 17 Mei 2021. / Dokumentasi Gojek-Tokopedia</p>
Fintech

OJK: IPO Raksasa GoTo Dinanti Investor Publik Indonesia

  • Rencana GoTo untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi salah satu daya tarik lain dari hasil kolaborasi dua raksasa digital Tanah Air, yakni Gojek dan Tokopedia.

Fintech
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Rencana GoTo untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi salah satu daya tarik lain dari hasil kolaborasi dua raksasa digital Tanah Air, yakni Gojek dan Tokopedia.

Penjualan saham GoTo di bursa saham dinilai sebagai momentum bagi perusahaan untuk berbagi kepemilikan kepada masyarakat. Ini juga merupakan kesempatan terbuka bagi semua pihak menjadi bagian dari dua perusahaan platform digital karya anak bangsa itu.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute, Agus Sugiarto mengatakan penawaran saham kepada publik atau biasa disebut Initial Public Offering (IPO) GoTo ini adalah bagian dari sinergi yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

”Karena sudah ditunggu-tunggu juga oleh investor di pasar modal. Kami berharap jutaan masyarakat Indonesia bisa berpartisipasi memiliki Gojek dan Tokopedia ini sehingga setelah IPO bisa transparan, kinerja semakin baik, dan menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam Seminar Virtual bertajuk “Dampak Merging Antara Platforms: Studi Kasus Gojek dan Tokopedia” yang diselenggarakan LPEM FEB UI, Rabu 2 Juni 2021.

Ekonom Digital LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Chaikal Nuryakin menyebut GoTo bisa melihat beberapa perusahaan digital besar global yang melakukan IPO dan terdapat contoh sukses serta contoh sebaliknya.

”Contoh yang berhasil itu Facebook, Alibaba, dan SEA Group,” ungkapnya pada kesempatan yang sama. Sedangkan contoh sebaliknya adalah Lyft, Uber, dan WeWork.

Berdasarkan hasil risetnya, Chaikal mengungkapkan alasan keberhasilan perusahaan digital saat IPO. Di antaranya adalah manajemen yang baik, mudah beradaptasi, dan bisa sesuai dengan ekspektasi publik, serta dukungan utama dari modal ventura atau investor sebagai bantalan bagi perusahaan.

”Alasan yang gagal melakukan IPO adalah miskomunikasi kondisi riil perusahaan kepada investor, perusahaan tertutup terlalu lama, kinerja perusahaan tidak sesuai ekspektasi investor, tata kelola perusahaan tidak siap terhadap pengawasan publik, dan kurangnya persiapan untuk melakukan IPO,” paparnya.

Ia berharap GoTo bisa belajar dari dua contoh bertentangan dari IPO perusahaan-perusahaan digital global. Sebab, IPO memberikan sejumlah keuntungan, seperti sumber pendanaan yang tidak terbatas untuk mendukung ekspansi bisnis.

Selain itu, IPO juga dapat meningkatkan citra perusahaan, penerapan tata kelola yang baik (GCG), insentif pajak, dan spillover (pengalihan) investasi dari investor dalam dan luar negeri.

”Sementara tantangan IPO termasuk bagi GoTo adalah menjaga performa perusahaan pasca IPO, mempertahankan kontrol dari pendiri perusahaan pada model klasifikasi saham saat ini, aturan yang lebih ketat misalnya audit keuangan, dan volatilitas makroekonomi,” imbuhnya.

Sambut IPO GoTo, Saham Telkom Terbang
Kerja sama Telkomsel dan Gojek / Dok. Telkomsel

Sejauh ini, sentimen pasar terhadap rencana IPO GoTo terbilang positif dan menjadi indikator kuat penantian pasar terhadap saham perusahaan digital ini.

Salah satunya tercermin dari peningkatan harga saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) ketika anak usahanya yaitu Telkomsel berinvestasi di Gojek.

Perkembangan harga saham TLKM terlihat menanjak usai pengumuman investasi Telkomsel ke Gojek pada 17 Oktober 2020 sebesar US$150 juta atau sekitar Rp2,1 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat).

Saat itu, harga saham TLKM berada pada level Rp3.100 per saham dan dibandingkan dengan penutupan perdagangan saham pada 2 Juni 2021 telah berada pada level Rp3.450 per lembar atau terjadi kenaikan sebesar Rp350 per saham.

Dengan kenaikan sebesar Rp350 per saham maka “kekayaan” pemerintah yang mengempit 51,602 miliar saham TLKM bertambah sebesar Rp18,06 triliun hanya dalam waktu sekitar 8 bulan. Begitu pun yang dirasakan investor publik yang memiliki sebanyak 47,459 miliar saham TLKM merasakan capital gain sebesar Rp16,61 triliun. (SKO)