<p>Peluncuran Fintech Data Center. / Foto: AFPI</p>
Fintech

OJK: Kolaborasi P2P Lending dan Perbankan Meroket 150 Persen

  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kolaborasi antara fintech peer to peer (P2P) lending dengan perbankan sudah meningkat 150% hingga kini.

Fintech

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tris Yulianta mengatakan, kolaborasi antara fintech peer to peer (P2P) lending dengan perbankan sudah meningkat 150% hingga kini.

Selain dengan perbankan, kolaborasi P2P lending dengan lembaga jasa keuangan lainnya juga naik hingga 66%. Tris melihat, sinergi antar lembaga keuangan memberikan dampak positif bagi kebutuhan pendanaan masyarakat, utamanya UMKM.

“Dengan kolaborasi ini, bisnis P2P lending menjadi yang tercepat menghadapi pemulihan ekonomi. Pada akhir 2020 penyalurannya bahkan sudah tumbuh,” kata Tris dalam Fintech Lending Outlook 2022, Jumat 10 Desember 2021.

Kendati mendukung kolaborasi antar lembaga jasa keuangan, namun OJK berencana untuk membatasi pendanaan dari superlender atau lender institusi di platform fintech lending

Tris menjabarkan, pendanaan dari perusahaan afiliasi akan dibatasi maksimal 25% dari total outstanding. Sementara superlender dari perbankan atau multifinance hanya boleh maksimal 75%. 

“Kami ingin meningkatkan iklim kompetitif bagi fintech,” ujarnya. 

Ia berharap, tahun depan kerja sama antara P2P lending dengan perbankan akan makin banyak. Apalagi dengan adanya ketentuan penyaluran kredit perbankan ke sektor UMKM dinaikkan menjadi 30%. 

Contoh nyatanya, kolaborasi antara fintech dengan salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berhasil meningkatkan portofolio kredit sebesar 40%. Tercatat, saat ini sudah ada 51 BPR dan 31 fintech yang bekerja sama.

UMKM Kebagian Berkah 

Kolaborasi penyaluran pembiayaan yang kuat antar lembaga jasa keuangan tentunya berdampak positif khususnya bagi pelaku UMKM. Tercermin dari meningkatnya penyaluran pinjaman ke sektor produktif dari tahun ke tahun. 

OJK mencatat, pada 2019, sektor konsumtif masih menguasai penyaluran dengan komposisi 70,05% atau senilai Rp41,21 triliun. Pada tahun itu, sektor produktif hanya menyalurkan pinjaman sebesar Rp17,62 triliun atau sekitar 29,95%. 

Tahun berikutnya, porsi penyaluran sektor produktif meningkat jadi 38,95% atau sebesar Rp29,98 triliun. Sebaliknya, sektor konsumtif susut menjadi 61,05% atau Rp45,42 triliun.

Sedangkan pada 2021, penyaluran sektor produktif berhasil membalikkan dominasi dengan komposisi sebesar 52,74% atau senilai Rp61,06 triliun hingga September 2021. Adapun penyaluran sektor konsumtif makin kecil ke level 47,26% atau sejumlah Rp54,71 triliun.