
OJK Pangkas Target Penggalangan Dana Pasar Modal 2025 Jadi Rp220 Triliun, Ini Penyebabnya
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan bahwa penghimpunan dana dari pasar modal Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami penurunan signifikan, diperkirakan mencapai sekitar Rp220 triliun, berbanding dengan angka penghimpunan tahun lalu yang tercatat sebesar Rp259,24 triliun.
Bursa Saham
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan bahwa penghimpunan dana dari pasar modal Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami penurunan signifikan, diperkirakan mencapai sekitar Rp220 triliun, berbanding dengan angka penghimpunan tahun lalu yang tercatat sebesar Rp259,24 triliun.
Proyeksi ini disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025 yang berlangsung di Jakarta pada Selasa, 11 Februari 2025.
Sepanjang tahun lalu, pasar modal Indonesia berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp259,24 triliun. Penggalangan dana tersebut didominasi oleh 43 emiten yang melaksanakan penawaran umum perdana (IPO) dan penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), dengan total nilai mencapai Rp17,28 triliun.
- Bola Salju Efisiensi Anggaran: TVRI dan RRI PHK Pegawai
- Bosch Home Appliances Dukung Anak Pejuang Kanker Lewat Karya Seni Unik
- Harga Sembako di DKI Jakarta: Daging Kambing Naik, Ikan Mas Turun
Mahendra Siregar menyatakan, meskipun proyeksi nilai penghimpunan dana tahun 2025 menunjukkan penurunan sekitar 15% dibandingkan tahun sebelumnya, OJK tetap optimis terhadap kinerja sektor keuangan Indonesia yang diharapkan tetap positif.
"Dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang yang ada, serta kebijakan yang akan diterapkan, kami yakin sektor keuangan akan tetap tumbuh dengan baik pada tahun 2025," ujar Mahendra.
OJK, lanjut Mahendra, akan terus melakukan penyesuaian terhadap proyeksi tersebut agar tetap sesuai dengan dinamika pertumbuhan ekonomi nasional. "Untuk mendukung kinerja sektor jasa keuangan serta mencapai target pertumbuhan ekonomi, kebijakan yang ada perlu diperkuat, terutama dalam hal menciptakan iklim yang lebih baik untuk prestasi dan ekonomi, serta menyelesaikan berbagai aturan terkait Undang-Undang P2SK," tambahnya.
IHSG Jeblok
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 10 Februari 2025 mengalami penurunan 1,40% ke level 6.648,14, dengan penurunan mingguan mencapai 6,32%. Hal ini menunjukkan penurunan signifikan yang mencerminkan kondisi pasar saham Indonesia yang sedang melemah. Bahkan, IHSG kini telah kembali ke level yang terakhir kali tercatat pada Januari 2022.
Pelemahan IHSG disebabkan oleh capital outflow yang besar, dengan total dana yang keluar selama satu minggu terakhir mencapai Rp4,62 triliun. Selain itu, saham-saham big cap, termasuk PT Bank Mandiri Tbk yang mengalami penurunan 12,50% dalam satu minggu, serta saham-saham milik konglomerat Prajogo Pangestu, seperti PT Barito Renewables Energy dan PT Petrindo Jaya Kreasi, turut menyumbang pelemahan IHSG.
Faktor eksternal juga berkontribusi pada tekanan IHSG, di antaranya adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan ini diprediksi akan terus berlanjut dan memberikan dampak negatif pada pasar saham negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Depresiasi rupiah terhadap dolar AS turut mempengaruhi IHSG. Mata uang rupiah cenderung melemah dan tidak pernah kembali ke level Rp15.000 sejak awal tahun. Kekuatan dolar AS juga memperburuk kondisi ini, yang pada gilirannya menambah ketidakpastian di pasar saham domestik.
Sentimen negatif baik dari dalam negeri maupun luar negeri turut menambah tekanan pada IHSG. Diharapkan, stabilitas pasar dapat terwujud jika aliran dana asing kembali ke Indonesia dan tekanan berita negatif berkurang. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa sulit menemukan faktor positif yang dapat menopang penguatan IHSG.
Proyeksi IHSG ke depan menunjukkan potensi pelemahan lebih lanjut, dengan titik terendah yang diperkirakan di level 6.500. Jika level tersebut tembus, IHSG bisa turun lebih dalam lagi menuju level 6.000. Namun, beberapa analis, seperti Mirae Asset Sekuritas Indonesia, mempertahankan target IHSG di level 8.000 dengan harapan pemulihan terjadi dalam jangka panjang.