
OJK Sebut Pengesahan Omnibus Law Jadi Momentum Tepat Pulihkan Ekonomi
JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyambut baik pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pengesahan UU sapu jagat alias omnibus law ini dipercaya mampu menjadi pemantik pemulihan ekonomi nasional di tengah terpaan pandemi COVID-19. Menurut Wimboh, UU Ciptaker memiliki elemen-elemen yang bisa membangkitkan gairah investasi nasional dan memperluas lapangan kerja. […]
Industri
JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyambut baik pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pengesahan UU sapu jagat alias omnibus law ini dipercaya mampu menjadi pemantik pemulihan ekonomi nasional di tengah terpaan pandemi COVID-19.
Menurut Wimboh, UU Ciptaker memiliki elemen-elemen yang bisa membangkitkan gairah investasi nasional dan memperluas lapangan kerja. Sisanya hanya tergantung bagaimana pengusaha mengoptimalkan insentif itu dan memaksimalkannya untuk menyerap tenaga kerja.
- Online Trends are Booming (Serial 1): Exploring the Drivers of Indonesia’s Digital Economy
- UGM Jadikan Wisma Kagama dan UC Hotel Sebagai Selter COVID-19
- Bangun Infrastruktur Baru, Google Perluas Layanan Cloud di India
- Bantu Start Up, Erick Refocusing Telkom dan Telkomsel
- Booming Tren Daring (Serial 5): SDM dan Infrastruktur Tertinggal, Perlindungan Data Tak Andal
“Para pengusaha bisa mengoptimalkan agar investasi ini cepet berkembang dan cepat direalisasi dan dengan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi,” ungkap Wimboh dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo 2020, Senin 19 Oktober 2020.
Di luar omnibus law, Wimboh juga mengharapkan adanya dorongan pemulihan ekonomi dari tumbuhnya kredit usaha perbankan. Sebab sejauh ini, kata Wimboh, kredit usaha masih seret padahal likuiditas perbankan Tanah Air lebih dari cukup.
Bank Indonesia (BI) mencatat, hingga Agustus 2020 penyaluran kredit perbankan hanya Rp5.520,9 triliun. Ankga tersebut hanya tumbuh 0,6% secara tahunan. Namun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang tumbuh 1% year on year (yoy).
Sebaliknya, dana pihak ketiga (DPK) perbankan pada periode yang sama meningkat 11,64% menjadi Rp6.270 triliun. Itu sebabnya, rasio alat likuid terhadap DPK pun masih terbilang amat longgar, yakni 29,22%.
Maka itu, Wimboh pun berharap agar pertumbuhan kredit usaha bisa semakin moncer dalam sisa dua bulan terakhir 2020 ini. Karena hanya dengan begitu, pertumbuhan ekonomi pun bisa kembali terjaga dan mimpi pemulihan ekonomi dengan metriks V bisa terwujud dengan segera.
“Perbankan tidak ada masalah. Likuiditas ample (cukup). Tinggal bagaimana demand kredit yang harus kita ciptakan,” pungkas dia.