OJK Soroti Underwriting Belum Tutupi Biaya Operasional Bisnis Asuransi
- Satu poin penting dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) mengenai asuransi kredit adalah adanya kewajiban pembagian risiko (risk sharing) antara pihak kreditur dan perusahaan asuransi.
IKNB
JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyampaikan alasan yang kemungkinan besar melatarbelakangi tekanan terhadap industri asuransi umum dan reasuransi menengah ke bawah dalam beberapa waktu ke belakang.
Ogi menyampaikan, industri asuransi umum dan reasuransi masih menghadapi tantangan untuk mencapai kesehatan bisnis yang optimal. Salah satu masalah yang dihadapi adalah hasil underwriting yang belum mampu menutup biaya operasional perusahaan.
Menurut Ogi, kondisi ini disebabkan oleh tekanan yang dialami industri akibat meningkatnya jumlah klaim pada lini bisnis asuransi kredit.
Asuransi kredit sendiri merupakan produk terbesar ketiga setelah asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor.
“Oleh karena itu, saat ini OJK telah menyelesaikan penyusunan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait Asuransi Kredit, dimana RPOJK tersebut telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Ham,” ujar Ogi melalui jawaban tertulis Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, dikutip Selasa, 12 Desember 2023.
- TikTok Shop Buka Lagi Saat Harbolnas, Transaksi 12.12 Ditarget Rp25 Triliun
- RUU DKJ, Jokowi Ingin Gubernur Jakarta Dipilih Langsung
- Lusa, KPK Lelang Album Blackpink dan BTS di Main Hall Istora Senayan
Rancangan peraturan tersebut telah berhasil diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. OJK menargetkan penetapan dan pengundangan peraturan tersebut pada akhir tahun 2023.
Salah satu poin penting dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) mengenai asuransi kredit adalah adanya kewajiban pembagian risiko (risk sharing) antara pihak kreditur dan perusahaan asuransi.
Pembagian risiko ini, dengan perincian 25% untuk kreditur dan 75% untuk perusahaan asuransi, diharapkan dapat memperkuat mitigasi risiko dan meningkatkan tata kelola perusahaan asuransi.
Selain itu, RPOJK juga mengatur bahwa seluruh produk kredit perbankan, baik konsumtif maupun produktif, dapat dijamin melalui Asuransi Kredit.
Produk ini akan melindungi risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial debitur kepada kreditur (default risk) sesuai dengan kategori macet yang berlaku di kreditur.
- Kasus Impor LNG, Karen Agustiawan Gugat PwC Rp1,2 T
- Ribuan Bunga Amarilis Bermekaran, Jadi Destinasi Foto Favorit di Gunungkidul
- PaDi UMKM Luncurkan Fitur PO Financing, Solusi Dana Segar hingga Rp2 Miliar
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengungkapkan bahwa kondisi industri asuransi umum dan reasuransi masih belum mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur hal ini adalah rasio hasil underwriting dan rasio beban usaha.
Pada kuartal III-2023, AAUI mencatat bahwa rasio beban usaha industri asuransi umum berada di angka 15,97%.
Meskipun secara keseluruhan industri memiliki rasio beban usaha yang lebih kecil dibanding hasil underwriting, Budi menyoroti bahwa masih ada beberapa perusahaan asuransi umum yang menghadapi keterbatasan permodalan, dengan rasio beban usaha rata-rata melebihi 20%.
"Indikator belum sehatnya perusahaan asuransi, khususnya yang menengah ke bawah itu dilihat dari underwriting yang belum mampu menutupi biaya operasional," ungkap Budi kepada wartawan seusai konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu.