OJK Terbitkan Aturan Baru, Bank BTPN Masih Wait and See
- JAKARTA – Perbankan masih berhati-hati mengambil langkah lanjutan usai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan beleid baru. Head of Daya & Communication P
Industri
JAKARTA – Perbankan masih berhati-hati mengambil langkah lanjutan usai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan beleid baru. Head of Daya & Communication PT Bank BTPN Tbk (BTPN) Andri Darusman mengatakan masih menganalisis konsekuensi dari terbitnya POJK baru.
“Kami akan kaji terlebih dahulu POJK tersebut agar kami lebih paham akan konsekuensi atau langkah-langkah yang perlu kami ambil, jika ada, berdasarkan POJK baru tersebut,” ucap Andri kepada Trenasia.com, Jumat, 20 Agustus 2021.
- Rawan Jadi Proyek Mangkrak, Pemkot Makassar Pilih Bikin GOR Dibanding Stadion
- Aduh! 214 Koruptor Ini Malah Dapat Remisi HUT ke-76 RI dari Kemenkumham, Simak Namanya
- Pasar Tenaga Kerja AS Membaik, Kurs Rupiah Diprediksi Makin Tertekan
BTPN tercatat memiliki produk bank digital Jenius. Meski begitu, dirinya mengatakan aturan baru ini semakin adaptif terhadap perkembangan produk-produk baru perbankan, termasuk digital banking.
OJK menerbitkan POJK nomor 12/POJK.03/2021 pada Kamis, 19 Agustus 2021. Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Heru mengungkapkan bank digital merupakan bank umum yang telah melakukan digitalisasi secara produk dan layanan (incumbent). Selain itu, pendirian bank baru yang layanannya dioperasionalkan secara digital juga masuk dalam kategori bank digital.
“OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” ujar Heru dalam sebuah forum, Kamis, 19 Agustus 2021.
Heru berharap Kelompok Usaha Bank (KUB) yang masih belum memiliki modal inti minimum Rp3 triliun pada 2022 bisa segera mempertebal aspek ekuitasnya tersebut. Sementara pendirian bank baru, baik digital mau pun konvensional, diharuskan memiliki persyaratan modal sebesar Rp10 triliun.
“Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi Bank Digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata Heru.
Heru juga menegaskan bahwa ketentuan di POJK ini sama sekali tidak memberikan tambahan beban pengaturan baru kepada bank, namun justru memberikan payung pengaturan bagi bank dalam melakukan transformasi dan akselerasi digital, penyederhanaan dan efisiensi jaringan kantor, serta memberikan kesempatan bagi bank khususnya bank berbadan hukum Indonesia untuk saling bersinergi dalam rangka peningkatan efisiensi dan perluasan layanan.
Ketentuan baru ini seharusnya tidak menjadi batu sandungan bagi BTPN. Pasalnya, aspek permodalan dari BTPN telah kokoh bahkan sebelum beleid ini terbit. Menghimpun laporan keuangan perseroan, BTPN tercatat telah memiliki total aset Rp175,93 triliun pada semester I-2021, dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) 27,4%.
Bank BTPN juga berhasil menjaga kualitas kredit tetap baik, seperti tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross yang berada di level 1,46%.Begitu juga dengan rasio likuiditas dan pendanaan yang berada di tingkat sehat, dengan liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 237,8% dan net stable funding ratio (NSFR) 116,1% per 30 Juni 2021.