OJK Terbitkan Aturan untuk Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi, Simak Isinya
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan pengganti tentang layanan urun dana (crowfunding) berbasis teknologi.
Fintech
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 16/POJK.04/202 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding/ SCF).
POJK tersebut berisi tentang Perubahan atas POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding atau SCF).
POJK ini juga bertujuan untuk pemenuhan kewajiban bagi penyelenggara layanan urun dana selaku Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat untuk melakukan pendaftaran kepada kementerian dalam hal ini Kemenkominfo RI.
POJK ini mengatur mengenai keharusan bagi penyelenggara layanan urun dana untuk terdaftar sebagai PSE pada Kemenkominfo RI. Penyelenggara dilarang melayani penawaran efek oleh penerbit sebelum menyampaikan tanda daftar sebagai PSE kepada OJK.
Larangan tersebut tidak berlaku bagi penyelenggara yang telah memperoleh izin usaha dari OJK yang merupakan perluasan kegiatan usaha dari Penyelenggara Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) dan melakukan layanan berupa penawaran efek bersifat ekuitas saham.
“Hingga 31 Agustus 2021, sudah terdapat dua penyelenggara SCF yang mendapat izin OJK, sementara empat penyelenggara SCF sedang dalam proses perizinan,” tulis OJK dalam laman resmi, dikutip Kamis 2 September 2021.
Selain itu, OJK juga merilis SEOJK tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non bank sebagai turunan dari POJK Nomor 4/POJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non bank.
Dalam ketentuan tersebut diatur lebih rinci dan dilengkapi format standar minimum tata cara penyampaian laporan atas kondisi tertentu, permohonan persetujuan penempatan pusat data dan atau pusat pemulihan bencana di luar wilayah Indonesia, dan laporan kejadian kritis.