
Ojol Minta THR ke Aplikator, Driver Online Siap Diformalisasi?
- Meski menawarkan solusi terhadap beberapa permasalahan tenaga kerja, formalisasi pekerja gig juga membawa berbagai tantangan, termasuk risiko pengurangan manfaat ekonomi gig serta hilangnya fleksibilitas yang menjadi daya tarik utama pekerjaan ini.
Transportasi dan Logistik
JAKARTA – Formalisasi pekerja gig di Indonesia, yang turut mencakup pekerja mitra driver layanan ride-hailing atau yang dikenal dengan istilah ojek online (ojol), menjadi salah satu topik yang disoroti di Indonesia dengan adanya permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) yang dilayangkan kepada pihak aplikator.
Menurut riset terbaru dari Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, kota dengan pekerja gig memiliki tingkat pengangguran 37% lebih rendah dibandingkan kota yang tidak terlayani oleh platform gig.
Namun, meski menawarkan solusi terhadap beberapa permasalahan tenaga kerja, formalisasi pekerja gig juga membawa berbagai tantangan, termasuk risiko pengurangan manfaat ekonomi gig serta hilangnya fleksibilitas yang menjadi daya tarik utama pekerjaan ini.
Pengurangan Manfaat Ekonomi Gig
Berdasarkan riset CELIOS, ekonomi gig memiliki peran signifikan dalam mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Platform gig memungkinkan individu mendapatkan pekerjaan dengan cepat, terutama di kota-kota tier tiga dan empat, yang memiliki akses terbatas terhadap pekerjaan formal.
"Platform gig terbukti secara empiris mengurangi tingkat pengangguran 37% lebih rendah di kota/kabupaten yang terlayani. Selain itu, kemiskinan juga menurun sebesar 17%," ungkap Nailul Huda melalui hasil riset CELIOS, dikutip Kamis, 20 Februari 2025.
Jika formalisasi diterapkan secara ketat untuk membuat para mitra memperoleh hak sebagai karyawan, maka perusahaan platform gig dapat mengalami kesulitan dalam melakukan ekspansi ke daerah-daerah tersebut. Hal ini bisa berdampak pada terbatasnya kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah yang belum terlayani oleh ekonomi gig.
Hilangnya Fleksibilitas: Daya Tarik Utama Pekerja Gig
Salah satu keunggulan utama dari pekerjaan gig adalah fleksibilitas dalam memilih jam kerja dan lokasi kerja. Namun, jika pekerja gig diformalkan seperti pekerja formal lainnya, ada risiko bahwa mereka harus mengikuti aturan jam kerja tetap atau bekerja di lokasi tertentu.
"Banyak pekerja gig memilih model kerja ini karena fleksibilitasnya, baik untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan studi, pengasuhan anak, maupun pekerjaan lain. Jika jam kerja mereka diatur secara kaku, daya tarik pekerjaan ini bisa menurun," jelas Nailul.
Selain itu, kebebasan dalam memilih lokasi kerja juga menjadi faktor penting. Jika pekerja gig diwajibkan bekerja di lokasi tertentu, maka mereka yang sebelumnya bekerja dari rumah atau di berbagai lokasi akan kehilangan fleksibilitasnya.
Kompleksitas Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan formalisasi pekerja gig tidaklah sederhana. Ekonomi gig mencakup berbagai sektor, mulai dari pengemudi ride-hailing hingga pekerja lepas di bidang kreatif. Kebijakan yang terlalu kaku bisa berdampak buruk bagi keberlangsungan bisnis platform gig.
"Administrasi dan monitoring pekerja gig akan semakin kompleks jika formalisasi diterapkan tanpa mempertimbangkan karakteristik masing-masing sektor. Hal ini bisa meningkatkan beban operasional perusahaan," kata Nailul.
Gugatan Mitra Driver dan Tantangan Formalisasi
Di tengah wacana formalisasi, para mitra driver ojek online di Indonesia belakangan ini mengajukan gugatan agar perusahaan aplikator memberikan tunjangan hari raya (THR). Gugatan ini menjadi salah satu contoh bagaimana pekerja gig masih berada di posisi yang rentan dalam hal hak-hak ketenagakerjaan.
Menurutnya, tantangan utama dalam kebijakan pekerja gig adalah menemukan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlangsungan model bisnis platform gig itu sendiri.
Nailul menyebutkan bahwa jika ojol sebagai pekerja gig diformalisasi, maka beban operasional dari pihak aplikator pun akan meningkat dan bisa jadi nantinya perusahaan akan membebankan kepada konsumen atau kepada pihak mitra driver itu sendiri.
Low-Skilled Labor Trap dan Pentingnya Pengembangan Kapasitas
Meski menawarkan akses pekerjaan yang cepat, ekonomi gig juga dapat menjadi jebakan bagi tenaga kerja berkeahlian rendah atau "low-skilled labor trap." Banyak pekerja gig yang terjebak dalam pekerjaan sementara tanpa adanya jalur pengembangan keterampilan atau jenjang karier yang jelas.
"Pekerja gig perlu mendapatkan akses pelatihan dan pendidikan agar dapat meningkatkan keterampilan mereka dan bertransisi ke pekerjaan yang lebih mapan," kata Nailul.
Pemerintah diharapkan berperan aktif dalam menyediakan program pelatihan yang fleksibel, termasuk kerja sama dengan industri dan lembaga pendidikan untuk membantu pekerja gig meningkatkan keterampilan mereka.
Rekomendasi Kebijakan: Membangun Ekonomi Gig yang Berkelanjutan
Dalam risetnya, CELIOS mengajukan dua rekomendasi utama untuk mendukung pekerja gig tanpa menghambat fleksibilitas dan keberlangsungan bisnis platform gig:
- Meningkatkan kapasitas pekerja gig
- Mendorong program kejar paket sekolah bagi pekerja gig berpendidikan rendah.
- Mengembangkan pelatihan dan pengembangan bisnis sesuai keterampilan pekerja gig.
- Membentuk forum pekerja gig untuk meningkatkan kapasitas dan advokasi hak pekerja.
- Menjaga keseimbangan regulasi
- Mengembangkan kebijakan perlindungan sosial yang fleksibel dan berbasis kontribusi pendapatan.
- Memastikan regulasi tidak menghambat ekspansi platform gig ke daerah-daerah yang membutuhkan peluang kerja.
Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan, serta Kementerian Koperasi dan UKM disebut sebagai institusi yang memiliki peran penting dalam mengawal kebijakan terkait pekerja gig ini.