<p>Staf Hotel Pullam Ciawi sedang membersihkan kamar hotel. / Dok. Pullman Ciawi</p>
Industri

Okupansi Hotel DKI Jakarta Diprediksi Tersisa 10 Persen, Ini 4 Tuntutan PHRI ke Jokowi

  • PPKM Darurat di Jakarta akan memukul bisnis hotel dan restoran.

Industri
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta menyatakan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat akan berdampak negatif terhadap bisnis perhotelan dan restoran.

Ketua PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono memperkirakan, akibat PPKM Darurat, tingkat hunian (okupansi) hotel nonkarantina bakal anjlok menjadi 10%-15%, dari rata-rata saat ini 20%-40%.

“Kami sangat prihatin dan kami sangat paham serta mendukung berbagai langkah strategis yang dilakukan pemerintah baik pemerintah pusat maupun DKI Jakarta. Namun demikian ada beberapa isu yang kami rekomendasikan,” kata Ketua PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono di Jakarta, Jumat.

Untuk itu, Iwantono menjelaskan, pihaknya meminta dukungan berupa insentif atau stimulus ke pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ada empat tuntutan dari pengusaha hotel ke pemerintah.

Pertama, pemerintah membantu meringkankan beban biaya operasional yang tetap ditanggung pengusaha walaupun hotel tidak beroperasi. Misalnya, pengembalian dana atas pembatalan kegiatan pertemuan atau resepsi pernikahan serta menurunnya pendapatan restoran.

PHRI Jakarta mengusulkan ada potongan pembayaran atau diskon kepada pengusaha sebagai pengurangan biaya tetap untuk menunjang fasilitas hotel tersebut.

Potongan itu antara lain subsidi dari pemerintah, diskon sebesar 30%-50% atas biaya penggunaan listrik pada beban puncak (di malam hari), serta pembayaran bukan berdasar abonemen minimum tetapi berdasar riil pemakaian.

Selain itu, diskon 20%-30% atas minimum biaya penggunaan air tanah, serta pengurangan beban biaya pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Bangunan 1 untuk Restoran (PB1), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan seterusnya melalui skema insentif atau cash back.

Kedua, PHRI meminta penundaan atau penyesuaian upah minimum pada beban biaya gaji karyawan, serta dukungan atas program dana dekonsentrasi sesuai dengan Permenaker Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemagangan Dalam Negeri.

Ketiga, PHRI Jakarta mengusulkan pemberlakuan cuti di luar tanggungan serta pengalihan atas perjanjian tenaga kerja waktu tertentu menjadi tenaga kerja harian, sebaiknya dapat didukung oleh pemerintah, melalui peraturan menteri atau lainnya.

Sebab, dengan terganggunya cash flow, perusahaan harus mengurangi jumlah hari kerja hingga pemutusan hubungan kerja beberapa waktu ke depan.

“Sehingga tentunya akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengangguran,” kata Iwantono.

PHRI juga mengusulkan subsidi gaji karyawan hotel dan restoran yang terdampak selama PPKM darurat serta pemberian paket kesehatan (vitamin) oleh pemerintah untuk karyawan hotel dan restoran.

Keempat, di bidang perizinan, PHRI Jakarta meminta memperpanjang izin yang berkaitan dengan operasional hotel dan restoran, dapat dilakukan moratorium, dipermudah serta biaya perpanjangan pada 2021 dihapuskan atau dikurangi. (LRD)