<p>Presiden Joko Widodo Meninjau PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) milik PT Pertamina (Persero) di Tuban, Jawa Timur. / Dok. Istimewa</p>
Industri

Olah Bahan Baku Sendiri, Siasat Kilang Pertamina Tekan Defisit Migas

  • Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) menyiasati defisit migas yang terus membengkak dengan mulai mengolah bahan baku petrokimia sendiri.
Industri
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Upstream PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) menyiasati defisit minyak dan gas (migas) yang terus membengkak dengan mulai mengolah bahan baku petrokimia sendiri.

Guna mencapai target tersebut, KPI resmi menandatangani Perjanjian Pengolahan Bahan Baku dengan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebagai upaya peningkatan profitabilitas bisnis kilang dan petrokimia yang dikelolanya.

Perjanjian ini merupakan kelanjutan kerja sama yang sebelumnya ditandatangani antara Pertamina dan TPPI. Sejak restrukturisasi dan Legal End-State KPI pada 2021, operasional kilang TPPI telah diambil alih dan berada di bawah naungan KPI.

Kerja sama pengolahan bahan baku ini juga merupakan salah satu wujud dukungan Pertamina melalui KPI, sebagai pemegang saham mayoritas TPPI.

Dalam perjanjian tersebut, KPI mengirimkan bahan baku untuk diolah melalui fasilitas kilang TPPI di Tuban agar menghasilkan produk bernilai tinggi seperti Gas Oil, Benzene, Pertalite, Pertamax dan Paraxylene.

Direktur Utama KPI Djoko Priyono mengatakan perjanjian tersebut bertujuan mengurangi angka impor produk petrokimia sekaligus meningkatkan sinergi dengan TPPI guna menguasai pasar petrokimia domestik.

"PT KPI terus berkomitmen memaksimalkan produksi produk petrokimia bernilai tinggi mengingat masih adanya defisit neraca migas nasional saat ini," katanya dalam keterangan pers, Jumat, 21 Januari 2022.

Defisit migas pada Desember 2021 lalu mencapai US$2,28 miliar. Impor migas terus menanjak menjadi US$3,38 miliar, naik 11,66% dibandingkan dengan November 2021 atau naik 127,95% dibandingkan Desember 2020 (year on year/yoy).

Sedangkan ekspor migas sebesar US$1,09 miliar, turun 2,04% dari November dan naik 35,30% yoy. Selama 2021, ekspor migas  mencapai US$12,28 miliar, naik 48,78% yoy.

Djoko berharap dengan perjanjian, produksi Paraxylene yang dihasilkan TPPI mencapai angka 600 kilo ton pada tahun 2022. Hal guna memangkas impor petrokimia.

"Kami optimistis di tahun 2022, dengan tetap mempertahankan optimasi feedstock dan keandalan kilang, niscaya profitabilitas kilang-kilang Pertamina juga dapat ditingkatkan," ungkap Djoko.

Sementara itu, Pjs. Presiden Direktur TPPI Erwin Widiarta mengungkapkan kesiapan perusahaan untuk menghasilkan produk bernilai tinggi yang memenuhi spesifikasi.

"Dalam perjanjian ini sudah dilakukan pembaharuan termasuk tolling fee yang sebelumnya belum tercakup, diantaranya memasukkan produk Pertalite, Gas Oil, Xylene Series (terdiri dari Paraxylene dan Orthoxylene), serta Benzene," terangnya.

Erwin menambahkan, proyek Revamping Aromatic TPPI yang ditargetkan rampung pada tahun 2023 diproyeksikan akan mampu meningkatkan produksi Paraxylene hingga 780 kilo ton per tahun.

Namun, selaku pemilik dan operator kilang petrokimia, TPPI bukannya tidak mengalami tantangan bisnis. Ada hambatan seperti kebijakan Non-Tariff Barrier atas impor produk serta pembenahan sistem perkapalan yang lebih efisien.

"Selain meningkatkan keandalan dan profitabilitas kilang, ke depannya kami berkomitmen akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah maupun asosiasi-asosiasi terkait," ungkap Erwin.