Ombudsman: Pelaku UMKM Dinomorduakan oleh Perbankan
- Ombudsman memandang realisasi KUR belum optimal karena adanya kecenderungan pegawai perbankan untuk menomorduakan pelaku UMKM.
Perbankan
JAKARTA - Ombudsman RI mendapati bahwa para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dinomorduakan oleh perbankan dalam pengajuan kredit.
Anggota Ombudsman RI Dadan S Suharmawijaya mengatakan pihaknya menerima 80 permintaan informasi atau konsultasi serta 19 pengaduan melalui posko pengaduan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dioperasikan bersama oleh Ombudsman RI dan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM).
Dalam rentang waktu 20 hari, tepatnya dari 31 Agustus hingga 20 September 2023, posko pengaduan tersebut mendapati berbagai aduan yang berkaitan dengan kendala bagi masyarakat, khususnya UMKM, dalam mengakses KUR.
Sebanyak 53% pelapor mengatakan bahwa mereka dimintai agunan saat mengajukan KUR, 37% tidak memperoleh kepastian dalam pengajuan pinjaman, dan 10% merasa dipersulit dalam proses pengajuan.
- Masuk Indeks IDX-PEFINDO Prime Bank, Saham-Saham Perbankan Ini Menguat
- Cara Edit Foto Pakai Filter AI Yearbook yang Lagi Ramai di Instagram
- Menurut Pakar UGM, Pelarangan TiktokShop Harus Disertai Kebijakan Pendukung Lain
Dadan mengatakan, pelaksanaan program KUR ini belum dilakukan secara optimal oleh lembaga perbankan. Direksi-direksi perbankan memang sudah menyatakan komitmen untuk penyaluran KUR ini, namun komitmen tersebut tidak selaras dengan realisasi yang terjadi di lapangan.
Menurut Dadan, pegawai bank cenderung memberikan prioritas yang lebih rendah kepada pelaku UMKM ketimbang calon debitur yang mengajukan kredit komersial.
"Mereka terkesan dinomorduakan di luar mereka yang mengajukan kredit komersial karena UMKM ini kecil sekali, mereka terkesan disepelekan," kata Dadan dalam konferensi pers Persoalan Akses KUR bagi UMKM Berbasis Pengaduan di Posko Bersama Ombudsman RI dan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) di Jakarta, dikutip Selasa, 3 Oktober 2023.
Dari aduan yang diterima, Ombudsman melihat adanya keengganan dari pegawai perbankan untuk melayani kelompok masyarakat yang kecil karena terkesan kurang menarik.
Padahal, dalam penyaluran KUR ini perbankan tetap memperoleh bunga walaupun tidak ditanggung oleh pemohon kredit karena adanya subsidi dari pemerintah.
"Tapi tidak ada keberpihakan petugas di lapangan perbankan dalam melayani masyarakat kecil," tegas Dadan.
Beralih ke Pinjol
Dengan adanya kesan pengabaian dari pegawai perbankan terhadap pengaju kredit dari segmen UMKM, maka Dadan pun mengungkapkan bahwa wajar saja jika akhirnya banyak calon debitur yang lebih memilih platform lain, contohnya pinjaman online (pinjol).
Ombudsman pun mendapati bahwa Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan permintaan agunan merupakan kendala dominan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses KUR.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, 53% pengadu mengatakan bahwa mereka dimintai agunan saat menyalurkan KUR.
Padahal, menurut Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023, disebutkan bahwa agunan tambahan tidak diperlukan bagi KUR dengan plafon kredit di bawah Rp100 juta.
Dengan adanya laporan yang diterima melalui posko pengaduan, Ombudsman pun menyimpulkan bahwa program KUR ini belum terlaksana secara optimal.
- Rekomendasi Lagu Bertema Cinta Karya The Beatles
- Meski Lagi Tren, 7 Makanan Ini Ternyata Tidak Boleh Dimasak dengan Air Fryer
- 5 Bisnis Kaesang yang Gulung Tikar, Ada Goola hingga Madhang
Selain adanya faktor yang berasal dari kecenderungan pegawai perbankan di lapangan untuk menomorduakan pelaku UMKM, ada beberapa faktor lain yang disoroti oleh Ombudsman dalam hal ini.
Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya realisasi tersebut adalah Peraturan Menteri Koperasi (Permenkop) Nomor 1 Tahun 2023 yang baru terbit pada 27 Januari 2023 sehingga tidak diperkenankan adanya penyaluran sebelum tanggal tersebut.
Faktor yang kedua adalah adanya perubahan suku bunga KUR yang berjenjang, yaitu Akad 1 sebesar 6%, Akad 2 sebesar 7%, Akad 3 sebesar 8%, dan Akad 4 esbesar 9%.
Perubahan ini menyebabkan adanya perubahan pada sistem perbankan dan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) sehingga penyalur mengalami keterlambatan dalam penyaluran KUR.
Kemudian, program KUR yang belum tersosialisasi dengan baik pun menjadi kendala karena dari konsultasi yang diterima oleh Ombdusman, didapati bahwa 43% dari pelaku UMKM meminta informasi mengenai tata cara pengajuan KUR.
Selanjutnya, 30% mengajukan permintaan informasi mengenai regulasi KUR dan 20% menanyakan soal SLIK OJK dalam pengajuan KUR.